REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Polisi mengungkap kasus tindak pidana korupsi (tipikor) atau pungutan liar (pungli) terkait program PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap) yang dilakukan sejumlah mantan perangkat Desa Cikupa, Kabupaten Tangerang, Banten. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan, ada lebih dari 1.300 orang warga yang menjadi korban dalam perkara tersebut.
"Untuk yang kita periksa sebagai saksi dan korban ini berjumlah 1.319 orang dengan total kerugian kurang lebih Rp 2 miliar," kata Kapolresta Tangerang Kombes Pol Raden Rhomdon Natakusuma kepada wartawan, Selasa (5/7/2022).
Raden menuturkan, empat orang pelaku dalam perkara tersebut sudah ditangkap, yakni AM selaku mantan kepala desa, SH mantan sekretaris desa, FI selaku mantan Kaur (Kepala Urusan) Perencanaan, dan MSE selaku mantan Kaur Keuangan. Keempatnya ditetapkan sebagai tersangka per Selasa (5/7/2022).
Dalam melancarkan aksi pungli tersebut, AM selaku eks kades diduga bertugas sebagai pemimpin tim terkait perkara pungli itu. Sementara tiga tersangka lainnya bertugas membantu. Raden menyebut, para tersangka menarik uang dengan jumlah yang beragam kepada para korban. "Bervariasi, dari 1.319 orang yang kita periksa ini, keterangannya ada Rp 500 ribu sampai Rp 1,5 juta," tuturnya.
Kasus tersebut, kata Raden, merupakan program program PTSL Tahun 2020-2021. Pihaknya telah melakukan penyidikan sejak Januari 2022 hingga akhirnya pada Juli 2022 dilakukan penangkapan terhadap para tersangka.
"Sepanjang kita maraton, dan baru Desa Cikupa ini yang kita lakukan penyidikan. Mungkin ada juga di lain tempat di wilayah Kabupaten Tangerang. Terkait hal ini kita lanjutkan untuk dikembangkan bilamana ada tersangka baru terkait dengan masalah PTSL ini," jelasnya.
Dalam pengungkapan kasus pungli PTSL di Desa Cikupa tersebut, pihak kepolisian mengamankan sejumlah barang bukti. Diantaranya uang tunai lebih dari Rp 100 juta, kuitansi, flashdisk, buku tabungan, tanda pengenal, serta dokumen-dokumen yang terkait dengan perkara itu.
Akibat perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 12 Huruf E Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan juncto Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Ancaman hukumannya minimal empat tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara, atau pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.