REPUBLIKA.CO.ID, KABUPATEN BOGOR -- Pegiat konservasi satwa liar mengatakan banyaknya hutan yang berubah fungsi menjadi perkebunan dan permukiman berdampak pada habitat satwa gajah sumatera. Satwa bernama latin Elephas maximus sumatranus itu pun kesulitan mencari pakan.
"Akibatnya, gajah sering sekali harus memasuki perkebunan masyarakat untuk mendapatkan pakan," kata Koordinator Umum Forum Konservasi Satwa Liar Indonesia (FOKSI) Tony Sumampau kepada Antara di Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (7/7/2022).
Tony melihat kondisi perubahan fungsi hutan merupakan salah satu faktor yang membuat satwa endemik itu kesulitan mendapatkan pakan di habitat alaminya. Menurutnya, kondisi seperti itu membuat konflik antara gajah dengan manusia tidak dapat dihindari.
Pada awal Juli 2022, kawanan gajah liar dilaporkan merusak rumah dan perkebunan warga di Desa Seumanah Jaya, Kecamatan Ranto Peureulak, Kabupaten Aceh Timur. Tony yang juga sekjen Persatuan Kebun Binatang Seluruh Indonesia (PKBSI) itu mengemukakan bahwa kelompok gajah sumatera umumnya terdiri atas delapan hingga 15 ekor gajah.
Kawanan gajah dipimpin oleh gajah betina yang tua. Anggotanya terdiri dari beberapa ekor jantan, gajah betina, dan anak-anak gajah sampai remaja. Gajah remaja jantan yang menjelang dewasa akan diusir dari kelompoknya untuk menghindari perkawinan sesama keluarga di satu kelompok.
"Apabila kelompok gajah memasuki kawasan perkebunan pisang, jagung, padi, dan sawit masyarakat, dalam semalam saja mereka dapat meratakan 10 hingga 20 hektare kebun masyarakat, sehingga kita dapat membayangkan betapa besar kerugian yang akan diderita masyarakat," katanya.