REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para ilmuwan akhirnya dapat menjelaskan mengapa beberapa bintang masif tampak menari-nari di langit meskipun bintang itu tidak benar-benar bergerak. Menurut studi baru, bintang-bintang memiliki energi yang luar biasa yang menyebabkan permukaannya bergoyang, sehingga mengubah jumlah cahaya yang mereka keluarkan.
Dilansir dari Space, Rabu (13/7/2022), bintang-bintang penari dikenal sebagai raksasa merah. Ini adalah objek bintang besar yang membengkak dan mendingin saat mendekati akhir hidup atau saat hendak kehabisan bahan bakar.
Bintang-bintang ini sekitar delapan kali lebih besar dari matahari dan dapat memiliki diameter hingga 700 kali lipat dari matahari. Diameternya setara dengan permukaan matahari yang mencapai luar orbit planet Mars (menelan Merkurius, Venus, Bumi, dan Planet Merah dalam prosesnya). Terlepas dari perawakannya yang sangat besar, raksasa yang sekarat ini bisa sangat sulit untuk ditemukan dengan presisi.
Para astronom biasanya dapat menentukan lokasi bintang yang hampir tepat dengan mengidentifikasi pusat fotonya, atau titik pusat cahaya yang dipancarkannya. Posisi biasanya ditentukan dari pusat massa.
Pada raksasa merah, titik ini tampak bergoyang melintasi bintang, bergerak sedikit dari sisi ke sisi seiring waktu. Gerakan itu membuat sulit untuk menentukan pusat massa bintang.
Dalam studi baru, para peneliti membandingkan raksasa merah yang menari dengan bintang deret utama yang lebih kecil, atau bintang di bagian stabil dari masa hidup mereka. Para ilmuwan mengamati bintang-bintang di kluster bintang Perseus- sebuah wilayah dengan konsentrasi bintang yang tinggi, terutama raksasa merah, yang terletak sekitar 7.500 tahun cahaya dari tata surya. Ilmuwan mengamati menggunakan data dari observatorium ruang angkasa Gaia Badan Antariksa Eropa (ESA).
“Kami menemukan bahwa ketidakpastian posisi raksasa merah jauh lebih besar daripada bintang lain,” rekan penulis studi Rolf Kudritzki, seorang astronom di University of Hawaii.
Untuk mengetahui alasan mengapa bintang-bintang begitu bergoyang, tim membuat peta intensitas permukaan raksasa merah. Ilmuwan menghitung pengukuran radiasi dan menggunakan simulasi hidrodinamik untuk menunjukkan perubahan pada kulit 3D bintang.