Sabtu 16 Jul 2022 17:12 WIB

Pakar Sebut Plastik Bukan Musuh Kita

Persoalannya baru timbul jika plastik dibuang ke lingkungan, berakhir di badan air.

Empat aktivis pemerhati lingkungan berdiri di depan tumpukan sampah plastik di Pulau G di pantai utara Jakarta, Juni 2022.
Foto: Tim Brand Audit Sampah Sachet
Empat aktivis pemerhati lingkungan berdiri di depan tumpukan sampah plastik di Pulau G di pantai utara Jakarta, Juni 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sudah memiliki strategi untuk mengurangi sampah plastik industri melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah. Aturan itu mendorong semua produsen menyusun road map pengurangan sampah dengan target pengurangan 30 persen timbulan sampah per Desember 2029.

Pendiri Indonesian Water Institute (WI), Firdaus Ali menerangkan, ribut-ribut penggunaan galon plastik berbahan kimia berbahaya dan galon sekali pakai yang mencuat belakangan ini, malah mengaburkan persoalan yang lebih besar. Persoalan itu adalah bagaimana mengatasi timbulan sampah plastik yang akhirnya jadi polutan di daratan dan lautan di Indonesia.

Di laut, sambung dia, sampah plastik terbukti menjadi ancaman besar pada ekosistem laut, kesehatan publik, bisnis perikanan  dan tentu saja sektor turisme. "Plastik bukanlah musuh kita. Kalau ada kampanye mengatakan 'Say No to Plastic', itu adalah kampanye yang salah," kata pakar sumber daya air tersebut dalam sebuah webinar di Jakarta, belum lama ini.

Data Asosiasi Industri Plastik Indonesia (Inaplas) dan Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Indonesia menghasilkan 64 juta ton sampah per tahun. Sebanyak 3,2 juta ton (lima persen) merupakan sampah plastik. Dari angka fantastis 3,2 juta ton timbulan sampah plastik, produk air minum dalam kemasan (AMDK) bermerek menyumbang 226 ribu ton (7,06 persen).

Sebanyak 46 ribu ton atau 20,3 persen dari total timbulan sampah produk AMDK bermerek adalah sampah AMDK gelas plastik. "Persoalannya baru timbul apabila plastik dibuang ke lingkungan dan berakhir di badan air, inilah yang menjadi musuh bersama. Jadi yang salah adalah tindakan-tindakan primitif kita, sehingga plastik jadi persoalan lingkungan," kata Firdaus dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu (16/7/2022).

Secara kasat mata, selain volume timbulan sampah, air minum dalam kemasan plastik berukuran di bawah satu liter terbukti sangat sulit untuk dikumpulkan dan mengotori lingkungan. Kepala Subdirektorat Tata Laksana Produsen Direktorat Pengurangan Sampah KLHK, Ujang Solihin Sidik menerangkan, timbulan sampah gelas plastik ukuran mini sangat berpotensi menjadi polutan. Karena itu, produsen didorong untuk memproduksi botol plastik yang lebih besar (size up).

"Kemasan yang kecil-kecil, khususnya yang dirancang sekali pakai dan tidak bisa diguna ulang, potensi jadi sampah atau polutannya sangat tinggi dibanding kemasan berukuran besar. Apalagi jenis plastiknya tidak bisa didaur ulang, maka sudah pasti jadi sampah karena tidak laku," kata Ujang dalam webinar yang sama.

"Makanya kita dorong ukurannya diperbesar dalam konteks pengumpulan kembali (produk guna ulang). Dalam konteks industri daur ulang, ukuran itu menjadi penting," ucap Ujang melanjutkan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement