Rabu 20 Jul 2022 15:55 WIB

Sejumlah Aktivis Tuntut Terdakwa Kejahatan Seksual JE Dihukum Adil

Sidang pembacaan tuntutan terhadap terdakwa JE akhirnya ditunda.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Agus raharjo
Sejumlah aktivis dan koalisi mengadakan aksi demonstrasi dalam menanggapi kasus kejahatan seksual yang dilakukan terdakwa JE di depan Pengadilan Negeri (PN) Kota Malang, Rabu (20/7/2022).
Foto: Republika/Wilda Fizriyani
Sejumlah aktivis dan koalisi mengadakan aksi demonstrasi dalam menanggapi kasus kejahatan seksual yang dilakukan terdakwa JE di depan Pengadilan Negeri (PN) Kota Malang, Rabu (20/7/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Sejumlah aktivitas dan koalisi melakukan aksi demonstrasi di depan Pengadilan Negeri (PN) Kota Malang, Rabu (20/7/2022). Pada pernyataan resminya, sejumlah aktivis yang tergabung dalam Tim Solidaritas Keadilan bagi Korban memberikan dukungan penuh terhadap Pengadilan Negeri Malang.

Hal ini bertujuan agar PN dapat memutus perkara JE yang juga pendiri SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI) atas kasus kejahatan seksual dengan seadil-adilnya. "Ini sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Tim Solidaritas Keadilan bagi Korban.

Baca Juga

Hal tersebut penting dilakukan karena kekerasan seksual merupakan bentuk dari tindakan dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia. Tindakan ini bisa menimbulkan dampak terhadap penderitaan korban secara fisik dan mental. Bahkan, berdampak secara kesehatan, ekonomi, sosial dan politik.

Kekerasan seksual juga termasuk tindakan yang merusak harkat martabat seseorang. Sebab itu, pelaku kekerasan seksual harus mempertanggungjawabkan perbuatannya menurut hukum yang berlaku.

Selain itu, kekerasan seksual khususnya yang terjadi pada anak bukanlah delik aduan melainkan delik biasa. Hal ini berarti sifatnya tidak bisa dicabut atau tidak dapat dilakukan penghentian proses hukum. Dalam hal ini sekalipun ada upaya perdamaian ataupun pelaku dinyatakan bebas dari segala hukuman.

Di samping itu, kekerasan seksual yang dilakukan oleh pelaku terhadap korban tidak bisa ditolerir. Hal ini karena dapat berpotensi pengulangan kembali jika tidak ada efek jera berupa pemberian sanksi hukuman/pidana. "Atau pidana tambahan yang diberikan kepada  pelaku," jelas tim dalam pernyataan resminya.

Para aktivis juga mendorong agar proses hukum terhadap kasus ini tetap berjalan. Hal ini penting karena didasarkan pada prinsip Perlindungan Anak (PA). Dengan kata lain, menjadi kepentingan terbaik bagi anak dan untuk menjamin ketidakberulangan kekerasan seksual di tempat yang seharusnya aman.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, para aktivis meminta Majelis Hakim agar kasus kekerasan seksual yang menimpa korban yang diduga dilakukan oleh terdakwa JE diputus berdasarkan prinsip-prinsip dalam perlindungan anak. Kemudian kasus kekerasan seksual yang menimpa korban yang diduga dilakukan oleh JE tidak diputus lebih rendah berkaitan penjatuhan sanksi pidananya.

Majelis Hakim juga didorong berkomitmen untuk memeriksa perkara ini demi kepentingan terbaik bagi korban. Kemudian menjadi edukasi serta kepercayaan bagi masyarakat bahwa adanya konsekuensi hukum sebab akibat atas tindakan kekerasan seksual.

Selanjutnya, mendesak Majelis Hakim melakukan wewenangnya untuk menahan terdakwa. Langkah tersebut perlu dilakukan demi menjamin hak perempuan terhadap akses yang setara dalam memperoleh keadilan. Hal ini sesuai Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 tentang pedoman mengadili perkara perempuan berhadapan dengan hukum.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement