REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY-Jateng menelusuri dugaan malaadministrasi proses penangkapan hingga penetapan tersangka kasus klitih atau aksi kejahatan jalanan di Jalan Gedongkuning Yogyakarta pada 3 April 2022.
"Kami akan menelusuri lagi seperti dugaan kekerasan yang dibantah kepolisian, itu akan kami telusuri lagi," kata Kepala ORI Perwakilan DIY-Jateng Budhi Masturi di Kantor ORI DIY, Yogyakarta, Rabu (20/7/2022).
Sebelumnya, kasus kejahatan jalanan yang menewaskan seorang pelajar telah bergulir di Pengadilan Negeri Yogyakarta dengan lima terdakwa yang diajukan ke persidangan, yakni Ryan Nanda Syahputra (19), Fernandito Aldrian Saputra (18), Muhammad Musyaffa Affandi (21), Hanif Aqil Amrulloh (20), dan Andi Muhammad Husein Mazhahiri (20).
ORI DIY telah menerima aduan dari kuasa hukum para terdakwa terkait dugaan salah tangkap hingga dugaan tindakan kekerasan terhadap para terdakwa saat masih berstatus tersangka.
Karena perkara tersebut telah bergulir ke persidangan, menurut Budhi, Ombudsman hanya berfokus mendalami aspek pelayanan publik selama proses penegakan hukum di kepolisian.
Adapun pelayanan publik yang harus dipenuhi kepolisian, kata dia, antara lain akses untuk dibesuk, akses pendampingan hukum, hingga memastikan tidak adanya kekerasan atau perlakuan tidak patut terhadap para tersangka selama penahanan.
"Kalau pro justitia-nya itu biar pengacara yang berdebat dengan jaksa penuntut umum di pengadilan," kata Budhi.
Kekerasan Yogi Zul Fadli, penasihat hukum salah seorang terdakwa kasus klitih Andi Muhammad Husein Mazhahiri, menuturkan bahwa materi pokok yang diadukan ke ORI DIY adalah dugaan kekerasan yang dilakukan kepolisian serta indikasi tidak dipenuhinya syarat-syarat formil ketika menangkap kliennya.
"Kemudian, ada indikasi tidak dibukanya akses pendampingan hukum kepada tersangka pada waktu itu," kata dia.
Menurut Yogi, proses hukum sangat cepat sehingga kala itu kuasa hukum belum sempat mempertimbangkan pengajuan praperadilan. "Ini kan cepat prosesnya, ketika ditangkap kemudian hanya beberapa waktu kemudian 1 pekan sudah dilimpahkan ke pengadilan sehingga ada keterbatasan soal waktu yang membuat kami tidak sempat mengajukan praperadilan," kata dia.
Sebelumnya, Kabid Humas Polda DIY Kombes Polisi Yuliyanto mengatakan untuk menentukan sah atau tidaknya suatu penangkapan serta penyidikan seharusnya bisa diajukan lewat mekanisme praperadilan sebelum digelarnya sidang pertama terhadap perkara pokok atas nama terdakwa atau pemohon.
"Kalau sekarang sudah bergulir sidang, tentu mekanisme praperadilan untuk penyidik Polri itu sudah tidak berjalan lagi. Nanti tinggal apakah dalam sidang itu terbukti betul tidak dia melakukan, atau salah tangkap ya nanti dari persidangan," kata Yuli.