REPUBLIKA.CO.ID, KIEV -- Kepala perusahaan energi nuklir Ukraina, Energoatom Petro Kotin meminta agar pembangkit listrik tenaga nuklir Zaporizhzhia jadi zona bebas perang. Ia memperingatkan risiko bencana nuklir seperti Chernobyl.
Di stasiun televisi ia meminta tim penjaga perdamaian dikerahkan ke lokasi. Sebelumnya Ukraina dan Rusia saling tuduh sebagai pihak yang menembak Zaporizhzhia, pembangkit listrik tenaga nuklir terbesar di Eropa yang terletak di wilayah yang kini diduduki Rusia.
"Keputusan yang kami minta dari komunitas dunia dan semua mitra kami untuk menarik mundur penjajah dari wilayah stasiun dan menciptakan zona demiliterisasi di sekitar wilayah stasiun," kata Kotin di televisi, Senin (8/8/2022).
"Kehadiran penjaga perdamaian di zona tersebut dan kekuasaan diserahkan kepada mereka, dan kemudian kontrol stasiun diserahkan ke pihak Ukraina akan menyelesaikan masalah ini," tambahnya.
Pasukan Rusia merebut pembangkit listrik itu pada awal Maret lalu. Tidak lama setelah memulai invasi pada 24 Februari. Tapi fasilitas tersebut masih dikelola teknisi-teknisi Ukraina. Kotin memperingatkan resiko bila kontainer bahan bakar nuklir terkena tembakan.
"Bila satu kontainer yang berisi bahan bakar nuklir rusak, akan terjadi insiden lokal di pabrik dan daerah sekitarnya," kata Kotin.
"Jika dua atau tiga kontainer, maka insidennya lebih besar lagi, mustahil mengasesmen skala bencananya," tambah Kotin.
Menurutnya reaksi Badan Energi Atom Internasional pada situasi di lokasi tersebut selama lima bulan terakhir terlalu "lambat". Tapi ada tanda-tanda perubahan.
"Sekarang ada pergerakan di posisi mereka, dan kami berharap situasi akan dikendalikan organisasi internasional," katanya.
Kotin mengatakan 500 pasukan Rusia dan 50 mesin berat termasuk tank, truk, dan kendaraan lapis baja infanteri berada di lokasi nuklir. Ia mengatakan para staf Ukraina tidak memiliki tempat berlindung. Dua orang terluka akibat pecahan peluru dan sedang dirawat di rumah sakit.