REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- China dan Korea Selatan (Korsel) berselisih soal pertahanan rudal Amerika Serikat (AS). Gesekan ini mengancam upaya pemerintah baru Korsel untuk mengakhiri perbedaan pendapat tentang keamanan dengan China.
Ketidaksepakatan soal sistem Terminal High Altitude Area Defence (THAAD) muncul kembali setelah kunjungan pertama Menteri Luar Negeri Korsel yang baru ke China pada pekan ini. China menentang penggunaan radar canggih THAAD yang menurut mereka dapat mengintip ruang udaranya.
Beijing mengatakan THAAD dapat menghalangi perdagangan dan impor budaya setelah Seoul mengumumkan penggunaanya pada 2016 lalu. Perselisihan ini menjadi pukul keras hubungan kedua negara Asia Timur itu.
Berdasarkan transkrip yang dirilis usai China meminta Seoul untuk tidak menggunakan bateri tambahan dan membatasi yang sudah ada, Kamis (11/8/2022) kantor presiden Korsel mengatakan sistem ini digunakan untuk pertahanan diri.
Presiden Yonn Suk-yeol menilai sistem ini penting untuk melawan rudal Korea Utara (Korut). Ia berjanji tidak mengikuti janji pemerintah sebelumnya untuk tidak meningkatkan penggunaan THAAD, perisai rudal yang dikembangkan tiga negara bersama Jepang dalam proyek yang dipimpin AS.
Selama kampanye Yoon berjanji untuk membeli bateri THAAD lagi. Tapi sejak mulai menjabat bulan Mei lalu pemerintahnya fokus apa yang disebut "menormalkan" sistem yang sudah ada.
Menteri Luar Negeri Korsel Park Jin dan Menteri Luar Negeri China Wang Yi bertemu pada Selasa (9/8/2022) lalu. Kedua negara mengeksplorasi cara membuka kembali negosiasi denuklirisasi dengan Korut dan mengembalikan ekspor budaya seperti K-pop dan film-film Korsel ke China.
"(Kedua belah pihak) sepakat menanggapi dengan serius keprihatinan masing-masing dan terus menangani isu-isu ini dengan hati-hati dan tepat untuk memastikan tidak menjadi batu sandungan bagi pertumbuhan bilateral yang sehat dan stabil," kata juru bicara Wang, Rabu (10/8/2022) kemarin.
Dalam konferensi pers juru bicara China itu mengatakan penggunaan THAAD di Korsel "merusak kepentingan strategis keamanan China."
Dalam pernyataannya Kementerian Luar Negeri Korsel mengatakan dalam pertemuannya Park memberitahu Wang, Seoul tidak mematuhi perjanjian 2017 yang disebut "Three Nos". Sebab bukan kesepakatan atau janji resmi.
China juga mendesak Korsel untuk mematuhi "satu batasan" yakin ketentuan yang membatasi penggunaan baterai THAAD yang sudah ada. Seoul tidak pernah mengakui elemen itu tapi juru bicara Wang menekankan China menekankan pentingnya posisi "three Nos dan satu batasan".