Sabtu 20 Aug 2022 05:28 WIB

Hasilkan Devisa Besar, tapi Pengelolaan TKI di Timteng Belum Maksimal

Sekuritisasi TKI di luar negeri seharusnya menjadi beban negara untuk melindunginya.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Agus Yulianto
FGD
Foto: Istimewa
FGD " Eksistensi TKI di Timur Tengah: Perspektif Keamanan dan Diplomasi" di Fisip Unpas, Kamis (18/8).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Transaksi keuangan para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) menghasilkan devisa terbesar kedua di Indonesia. Bahkan, jumlahnya  mencapai Rp 159,6 triliun. Oleh sebab itu TKI sering disebut sebagai pahlawan devisa negara. Namun, pengelolaan TKI ini belum maksimal, khususnya dari sisi keamanannya.

Hal tersebut, diungkapkan Komandan Pusdikter, Brigjen TNI, Drajad Brima Yoga Sip MH yang juga mantan Atase Keamanan RI di Riyadh saat FGD " Eksistensi TKI di Timur Tengah: Perspektif Keamanan dan Diplomasi" di Fisip Unpas, Kamis (18/8).

Selama ini, kata dia, pengelolaan TKI belum terlalu baik. Karena pengelolaannya masih antar perusahaan ke perusahaan, belum goverment to goverment"Dengan begitu kontrol pemerintah pun masih kurang terhadap keamanan TKI di luar negeri," kata Yoga.

Menurut Yoga, sekuritisasi TKI di luar negeri seharusnya menjadi beban negara dengan tujuan untuk melindungi mereka. Yoga mencontohkan, pada 2017 ada TKI perempuan dideportasi dari Turki karena diduga terlibat ISIS. Selain itu, pada tahun 2019, ada ratusan TKI menjadi korban human trafficking di Irak. 

"Di Timur Tengah, jika TKI berkasus, maka sudah pasti langsung diproses dan mendapat hukuman di sana. Kecuali jika keluarga memaafkan TKI itu bisa dibebaskan," katanya.

"Dalam kasus tertentu kita juga melakukan pendampingan TKI yang berkasus, tapi tidak diberi keleluasaan karena mereka juga punya hukum sendiri," imbuhnya.

Menurutnya, diplomasi pekerja migran di Timur Tengah selama ini belum lancar. Padahal sektor pekerja migran di sana sangat besar dan membutuhkan pendampingan.

Selama ini, kata Yoga, upaya perlindungan dalam menangani TKI di Timur Tengah di antaranya adalah perlindungan teknis, seperti adanya rumah singgah dan konseling. Selain itu, perlindungan hukum, ada pengacara, pendampingan hukum, dan permohonan amnesti dan repatriasi (yang overstay, yang tak tertampung ditampung di kantor perwakilan mereka.)

"Selain itu, perlindungan politis, yakni dengan cara MoU tentang penempatan dan perlindungan TKI, meskipun kenyataan enggak berjalan mulus," katanya. 

Sementara menurut Dekan Fisip Unpas, Dr M Budiana, FDG ini merupakan persembahan HUT ke-77 RI. Kegiatan ini merupakan kaleidoskop ketenagakerjaan Indonesia di luar negeri.

Selain itu, FDG ini pun dilakukan untuk brainstorming soal ketenagakerjaan di luar negeri untuk para dosen dan mahasiswa Hubungan Internasional Fisip Unpas. "Melalui FDG ini kita akan mendengarkan oleh-oleh soal ketenagakerjaan di luar negeri khususnya di Timur Tengah dari Pak Brigjen Yoga. Karena beliau mantan atase keamanan di sana selama bertahun-tahun," paparnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement