Sabtu 20 Aug 2022 20:00 WIB

Delegasi IMF akan Kunjungi Sri Lanka Bahas Kesepakatan Bailout

Sri Lanka telah memulai perundingan dengan IMF tentang bailout sejak Juni lalu.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nidia Zuraya
Gubernur Bank Sentral Sri Lanka Nandalal Weerasinghe berbicara selama konferensi pers di Kolombo, Sri Lanka, Kamis, 19 Mei 2022. Weerasinghe mengatakan Kamis, 18 Agustus, dia berharap negara kepulauan yang dilanda krisis dapat mencapai kesepakatan dengan Internasional Dana Moneter saat kunjungan pejabat IMF pada akhir bulan ini.
Foto: AP Photo/Eranga Jayawardena
Gubernur Bank Sentral Sri Lanka Nandalal Weerasinghe berbicara selama konferensi pers di Kolombo, Sri Lanka, Kamis, 19 Mei 2022. Weerasinghe mengatakan Kamis, 18 Agustus, dia berharap negara kepulauan yang dilanda krisis dapat mencapai kesepakatan dengan Internasional Dana Moneter saat kunjungan pejabat IMF pada akhir bulan ini.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Delegasi Dana Moneter Internasional (IMF) akan mengutus delegasi ke Sri Lanka pekan depan. Kunjungan itu akan fokus membahas penanganan krisis ekonomi di negara tersebut, termasuk menyelesaikan kesepakatan bailout. 

"Staf IMF berencana mengunjungi Kolombo pada 24-31 Agustus untuk melanjutkan diskusi dengan pihak berwenang Sri Lanka mengenai reformasi serta kebijakan ekonomi dan keuangan. Tujuannya adalah membuat kemajuan menuju pencapaian kesepakatan tingkat staf (pada paket pendanaan dalam) waktu dekat," kata IMF dalam sebuah pernyataan, Jumat (19/8/2022), dilaporkan laman Telegraph India.

Baca Juga

IMF mengungkapkan, karena utang publik Sri Lanka dinilai tak berkelanjutan, persetujuan Dewan Eksekutif IMF untuk program EFF (Extended Fund Facility) bakal membutuhkan jaminan yang memadai dari kreditur Sri Lanka. Dalam konteks ini, jaminan yang diperlukan adalah bahwa utang akan dipulihkan.

Menanggapi rencana kunjungan delegasi IMF, Gubernur Bank Sentral Sri Lanka Nandalal Weerasinghe mengatakan, awal pekan ini pemerintahan Presiden Ranil Wickremesinghe telah mencapai target tingkat kebijakan dan berharap mencapai kesepakatan tingkat staf.

"Semua kreditur akan secara resmi didekati dan kami akan mempresentasikan keseluruhan program makro kami yang telah disetujui oleh IMF," kata Weerasinghe soal restrukturisasi utang yang merupakan prasyarat fasilitas IMF.

Sri Lanka telah memulai perundingan dengan IMF tentang kemungkinan paket bailout sejak Juni lalu. Namun pembicaraan terhenti karena gejolak politik yang masih berlangsung di negara tersebut. Gejolak itu tak bisa dilepaskan dari parahnya krisis ekonomi yang dihadapi Sri Lanka.

Sri Lanka membutuhkan sekitar 5 miliar dolar AS untuk memenuhi kebutuhan dasar warganya dalam enam bulan ke depan. Saat ini, negara tersebut memiliki utang luar negeri sebesar 51 miliar dolar AS. Sebanyak 28 miliar dolar AS di antaranya harus dibayar pada 2027.

Inflasi di Sri Lanka melonjak menjadi 60,8 persen pada Juli lalu atau naik sekitar enam persen jika dibandingkan dengan bulan Juni. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement