REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pusat Dakwah dan Perbaikan Akhlak Bangsa (PDPAB) Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan bahwa bangsa Indonesia menolak pernikahan sesama jenis.
Hal ini disampaikan PDPAB MUI untuk merespons dua negara ASEAN yakni Singapura dan Vietnam yang melegalkan hubungan sesama jenis.
Ketua PDPAB MUI, KH Masyhuril Khamis, mengatakan Indonesia adalah negara ber-Ketuhanan dan negara Pancasila.
Salah satu yang membuat bangsa Indonesia tidak setuju dengan pernikahan sejenis karena praktik tersebut bertentangan dengan kodrat kemanusiaan.
"Karena itu maka kita ingin mengajak dan mengingatkan kepada siapapun untuk tidak merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara kita, khususnya merusak tatanan moral dan akhlak bangsa dengan melegalkan sesuatu yang bertentangan dengan budaya dan nilai-nilai Pancasila kita," kata Kiai Masyhuril kepada Republika.co.id, Senin (22/8/2022).
Kiai Masyhuril mengatakan, manusia fitrahnya menikah dengan lawan jenis. Menikah adalah naluri kehidupan manusia. Di dalam undang-undang negara Indonesia juga diatur tentang pernikahan.
"Oleh karena itu maka sebagai bangsa yang beradab, bangsa yang mempunyai nilai tatanan budaya dan akhlak, maka praktik menikah sesama jenis bertentangan dengan agama, budaya dan hakikat hidup manusia," kata Kiai Masyhuril yang juga Ketua Umum Pengurus Besar Al Washliyah ini.
Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Muhammad Cholil Nafis, menambahkan, dasar negara Indonesia adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Maka harus ditaati oleh siapapun di negeri ini, karena semua agama tidak ada yang mengesahkan pernikahan sejenis.
"Indonesia jelas menyebutkan bahwa perkawinan hanya bisa dilakukan dengan jenis yang berbeda," kata Kiai Cholil.
Sebelumnyaa, Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong mengumumkan bahwa negaranya akan mendekriminalisasi seks antara laki-laki. Namun negaranya akan terus menegakkan definisi hukum pernikahan hanya antara pria dan wanita saja, bukan sesama jenis.
Dalam pidato hari nasional tahunannya, Lee mengatakan, bahwa pencabutan undang-undang era kolonial Inggris, Section 377A dari KUHP adalah hal yang benar karena kebanyakan orang Singapura menjadi lebih menerima kaum gay. Section 377A adalah sebuah undang-undang era kolonial yang mengkriminalisasi seks antar laki-laki.
"Perilaku seksual pribadi antara orang dewasa yang menyetujui tidak menimbulkan masalah hukum dan ketertiban. Tidak ada pembenaran untuk menuntut orang karena itu atau menjadikannya kejahatan," kata Lee seperti dikutip laman Aljazirah, Senin (22/8/2022).
"Ini akan membawa hukum sesuai dengan adat istiadat sosial saat ini dan saya berharap memberikan bantuan kepada gay Singapura," imbuhnya.
Kendati begitu, belum jelas kapan tepatnya Section 377A akan dicabut. Lee berjanji pencabutan itu akan dibatasi dan tidak menggoyahkan norma keluarga dan masyarakat tradisional Singapura, termasuk bagaimana pernikahan didefinisikan, apa yang diajarkan kepada anak-anak di sekolah, apa yang ditayangkan di televisi, dan perilaku masyarakat umum.
Dia mengatakan, pemerintah akan mengamandemen konstitusi untuk memastikan bahwa tidak ada tantangan konstitusional untuk mengizinkan pernikahan sesama jenis. "Bahkan saat kami mencabut Section 377A, kami akan menegakkan dan menjaga institusi pernikahan," kata Lee.
"Kita harus mengamandemen Konstitusi untuk melindunginya. Dan kami akan melakukannya. Ini akan membantu kami mencabut 377A dengan cara yang terkendali dan hati-hati," ujarnya menambahkan.
Section 377A KUHP diperkenalkan di bawah pemerintahan kolonial Inggris pada 1930-an. Pelanggar dapat dipenjara hingga dua tahun di bawah hukum, tetapi saat ini tidak ditegakkan secara aktif.
Tidak ada hukuman yang diketahui untuk seks antara laki-laki dewasa yang setuju selama beberapa dekade dan undang-undang tidak memasukkan seks antara perempuan atau jenis kelamin lainnya.