REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pangan Nasional (NFA) bersama Kementerian Perdagangan sepakat untuk menekan importasi pangan pokok Indonesia. Namun, pemerintah harus dapat memastikan ketersediaan dan stabilisasi harga dalam negeri.
Kepala NFA, Arief Prasetyo Adi, mengatakan, itu menjadi peran dan fungsi NFA dibentuk sebagai stabilisator stok dan harga pangan. Sementara Kementerian Perdagangan memiliki kewenangan dalam perumusan dan penetapan kebijakan di bidang penguatan perdagangan.
“Soliditas antar kementerian dan lembaga merupakan hal yang sangat penting, apalagi di tengah dinamika global, ancaman krisis pangan, perubahan iklim, serta isu fluktuasi harga sejumlah komoditas pangan dalam negeri. Sinergi yang solid antara NFA dengan Kemendag akan berdampak signifikan bagi perbaikan tata kelola pangan nasional,” ujarnya saat bertemu dengan Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan di Kementerian Perdagangan, Rabu (24/8/2022).
Dalam kesempatan tersebut, Arief mengatakan, pertemuan ini sangat penting dan strategis apalagi di tengah isu stabilitas harga pangan, mengingat NFA dan Kemendag memiliki peran dan fungsi yang bersinggungan dalam hal menjaga stabilisasi harga.
Arief mengatakan, berdasarkan diskusi yang telah dibangun, antara NFA dengan Kemendag memiliki visi yang sama, yaitu semaksimal mungkin memperkuat dan mengoptimalkan stok pangan dalam negeri sebelum melakukan importasi.
“Kami bersama Pak Mendag, Insya Allah memiliki visi yang sejalan untuk sama-sama mengurangi impor pangan, sambil paralel tentunya dengan dukungan Kementerian Pertanian terus meningkatkan produksi dan ketersedian pangan dalam negeri. Hal ini sejalan dengan arahan Presiden RI, yang menekankan pentingnya subtitusi impor. Sehingga, tidak membebani devisa negara akibat kurs dan ketergantungan impor,” ujarnya.
Arief mengatakan, berdasarkan data neraca pangan NFA, saat ini hanya ada beberapa komoditas pangan strategis yang masih memerlukan dukungan impor, seperti bawang putih, kedelai, daging ruminansia, dan gula. Selebihnya, seperti beras, jagung, bawang merah, cabai besar, cabai rawit, daging ayam ras, telur ayam ras, dan minyak goreng berada di posisi surplus atau tidak memerlukan impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
“Kami sepakat untuk memproteksi komoditas pangan yang surplus agar tidak dilakukan impor. Langkah ini sebagai cara melindungi komoditas lokal dan para petani agar komoditas yang mereka hasilkan mendapatkan harga jual yang wajar,” ujarnya.
Ia menambahkan, banyak hal yang bisa disinergikan antara NFA dengan Kemendag dalam upaya memperkuat tata kelola pangan nasional, diantaranya penerapan sistem satu data pangan dan pemantauan harga bersama. Selain itu, juga kerja sama penguatan wacana wajib serap kedelai lokal dengan mewajibkan importir untuk menyerap kedelai produksi dalam negeri dalam rangka peningkatan produksi.
“Peluang kerja sama lainnya adalah pemanfaatan sistem resi gudang untuk stabilisasi dan akselerasi percepatan perizinan,” ujarnya.
Sementara itu, Mendag Zulkifli mengatakan, menyambut baik dan mendukung penguatan sinergi antara Kemendag dengan NFA. Ia mendukung peran dan fungsi NFA semakin optimal sehingga untuk hal-hal yang mendesak, Kemendag dapat memperoleh masukan dari NFA.
“Saat ini harga TBS dan minyak goreng sudah berangsur stabil. Tantangan sekarang ada di telur ayam. Keberadaan Badan Pangan Nasional akan sangat penting. Nanti kita bisa berbagi tugas, Badan Pangan Nasional bisa memberikan rekomendasi-rekomendasi pada kami,” ujarnya.
Adapun, berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 66 tahun 2021, tentang Badan Pangan Nasional, NFA mendapatkan pendelegasian wewenang dari Kementerian Perdagangan dalam hal perumusan kebijakan dan penetapan kebijakan stabilisasi dan distribusi pangan serta perumusan kebijakan dan penetapan kebutuhan ekspor dan impor pangan.