REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy menjelaskan, penyandang disabilitas atau difabel harus diberikan ruang dan perlakuan yang setara dengan mereka yang non-difabel. Menurutnya, perlakuan setara perlu dilakukan supaya penyandang disabilitas dapat mengeksplorasi dan mengekspresikan kemampuannya.
Hal itu disampaikannya saat menyampaikan sambutan dan dialog bersama sekitar 170 relawan peserta Pertemuan Nasional Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Seluruh Indonesia di Kota Malang, Jawa Timur, pada Rabu (24/8/2022). "Bukan perlakuan sama, tetapi perlakuan setara. Artinya, kita memberikan booster atau penguat tertentu agar yang bersangkutan bisa mencapai sebagaimana yang dicapai orang umumnya. Itu namanya setara," ujar Muhadjir.
Lebih lanjut, Muhadjir menjelaskan, pemerintah terus memberikan perhatian serius kepada penyandang disabilitas. Bukti keseriusan pemerintah adalah dengan adanya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas berikut turunannya. Ini merupakan paradigma baru, menggantikan UU No 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat.
Muhadjir menerangkan, pemerintah telah melakukan berbagai upaya afirmasi kepada penyandang disabilitas. Di antaranya dengan memberikan hak pendidikan, pelatihan, dan pembinaan khusus untuk penyandang disabilitas.
Kemudian, pemerintah juga memberikan ruang-ruang bagi penyandang disabilitas untuk bisa setara dengan orang non-difabel. Seperti di dalam ranah pekerjaan terdapat slot khusus untuk penyandang disabilitas.
"Kalau kita memberikan bantuan penguat kepada mereka yang disabilitas kita harapkan mereka bisa mendapatkan derajat yang setara dengan mereka orang umumnya. Prinsip kesetaraan inilah yang menjadi prinsip kebijakan kita," ujar Muhadjir yang punya pengalaman aktif di YPAC Malang tahun 1970-an itu.
Namun demikian, menurut Menko PMK, perlakuan setara tanpa diskriminasi kepada penyandang disabilitas masih harus terus ditingkatkan di tengah masyarakat. Menurut dia, kesadaran dan pemahaman masyarakat untuk menghargai penyandang disabilitas masih perlu diperjuangkan.
Karena itu, Menko PMK berharap, YPAC bisa memberikan edukasi yang lebih masif kepada masyarakat sampai di ranah keluarga terkait perlakuan setara kepada penyandang disabilitas tanpa diskriminasi.
"Di samping memberikan bantuan pembinaan pendampingan konsultasi mereka yang disabilitas, yang tak kalah penting adalah edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada mereka yang mengalami disabilitas," kata dia.
Sebagai informasi, YPAC merupakan organisasi sosial perintis sejak 1953. Organisasi yang awalnya bernama YPAT (Yayasan Penderita Anak Tjatjat) ini yang menyediakan pelayanan rehabilitasi secara terpadu bagi anak-anak penyandang disabilitas dan berkebutuhan khusus. YPAC telah berusia 70 tahun dan tersebar di 16 daerah di seluruh Indonesia.
Baca juga : Gaya Hidup Malas Gerak di Usia 60 Tahun Tingkatkan Risiko Demensia
Dalam kesempatan pertemuan nasional YPAC itu, hadir Ketua Pembina YPAC Nasional; Sri Rattini Basuki, Ketua Pembina, Moch Ridwan; Ketua Pengurus YPAC Nasional, Farida Ratna Djuita; Ketua Pengurus, Endang Haryani Widya Bhakti; dan para ketua pengurus YPAC dari perwakilan seluruh cabang di seluruh Indonesia.
"Tentang pemakaian istilah 'cacat' dalam singkatan YPAC tetap kami pertahankan karena alasan historis. Ada 17 akte bernama YPAC di bawah naungan kami. Namun YPAC tidak kita beri kepanjangannya lagi. YPAC saja. Sedangkan sehari hari kami menggunakan istilah penyandang disabilitas atau difabel," jelas Ketua Pengurus YPAC Nasional, Farida Ratna Djuita yang menjadi moderator dalam pertemuan itu.