Kamis 25 Aug 2022 15:58 WIB

Sobat Cyber Ingatkan Pemerintah Berantas Praktik Perdagangan Obat Ilegal

Penjualan makanan dan obat ilegal di e-commerce marak terjadi.

Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Pontianak, Kalimantan Barat, merilis sejumlah kemasan obat ilegal yang beredar di masyarakat.
Foto: ANTARA/Jessica Helena Wuysang
Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Pontianak, Kalimantan Barat, merilis sejumlah kemasan obat ilegal yang beredar di masyarakat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Teknologi yang semakin canggih diikuti dengan maraknya perdagangan makanan dan obat ilegal melalui cross-border di e-commerce. Hal itu membuat resah pemerintah dan masyarakat. Praktisi dari Partnership & Strategic Mafindo Dewi Sari mendorong pemerintah mengambil tindakan dalam upaya pencegahan dan pemberantasan praktik ilegal tersebut.

Dia menyampaikan, rentannya kondisi masyarakat saat ini di tengah dampak pandemi Covid-19 dan kemerosotan ekonomi. Sehingga mereka mudah tergiur dengan membeli produk makanan dan obat ilegal di e-commerce dengan iming-iming harga murah.

"Saat ini masih banyak masyarakat belum paham apa itu cross border dan ilegal. Tingkat penggunaan e-commerce di Indonesia juga semakin meningkat, sehingga perlu kerja sama semua pihak karena berpotensi merugikan UMKM jika ilegal," ucap Dewi dalam webinar bertajuk 'Literasi Pencegahan Obat dan Makanan Ilegal Melalui Cross-Border E-Commerce' yang diselenggarakan oleh Sobat Cyber Indonesia dan Siberkreasi di Jakarta, belum lama ini.

Dalam siaran pers di Jakarta, Kamis (25/8/2022), Dewi selaku pengusaha mengingatkan masyarakat untuk mengetahui praktik cross border. Dengan begitu mereka dapat memahami makanan dan obat yang di perdagangkan secara ilegal.

"Cross border adalah istilah yang menggambarkan bentuk jual beli internasional secara daring yang melibatkan konsumen dari berbagai negara. Cross-border di e-commerce berdampak pada pelaku UMKM lokal yang akan mengalami kerugian karena produk lintas negara  yang harganya jauh lebih murah, salah satunya karena tidak kena pajak yang seharusnya," jelas Dewi.

Menurut dia, pemerintah telah melarang bebrapa barang untuk diperdagangkan dengan sistem itu. Dia juga menyoroti adanya perdagangan makanan dan obat ilegal yang potensi berbahaya. Mafindo pun mencoba memberikan edukasi kepada masyarakat.

Founder Sobat Cyber Indonesia, Al Akbar Ramadillah menyebut, penetrasi internet di Indonesia telah mencapai 77,02 persen dari jumlah penduduk. Data penduduk yang terkoneksi internet pada 2021-2022 sebanyak 210.026.769 jiwa dari total populasi 272.682.600 jiwa.

"Pandemi virus Covid-19 telah mendorong terjadinya perubahan struktural yang sangat cepat menyebabkan tekanan lebih besar untuk memperbaharui keterampilan lokalisasi peluang kewirausahaan, namun di lain sisi juga menimbulkan dampak negatif," ujar Akbar.

Dampak buruk itu adalah terjadinya perdagangan makanan dan obat ilegal melalui e-commerce. Akbar mengimbau kepada semua pihak untuk bersama-sama mencegah praktik yang merugikan negara dan masyarakat itu. Pengendalian peredaran makanan dan obat-obatan melalui internet bisa menjadi masalah besar bagi bangsa ini jika tidak segera dilakukan.

"Karena Indonesia akan mendapatkan bonus demografi yang besar, jika banyak obat-obatan dan makanan yang ilegal dan tidak tahu bahaya dalam kandungan di dalamnya, ini akan menjadi bahya untuk generasi penerus bangsa ini," kata Akbar.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement