Kamis 25 Aug 2022 17:08 WIB

Film Horor Indonesia Dinilai Merupakan Pantulan dari Realitas

Sebuah film dinilai juga merupakan pantulan dari realitas, termasuk film horor.

Rep: Santi Sopia/ Red: Nora Azizah
Pengunjung melakukan swafoto di  depan rumah tua yang merupakan lokasi syuting Film Pengabdi Setan di Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Foto: Novrian Arbi/Antara
Pengunjung melakukan swafoto di depan rumah tua yang merupakan lokasi syuting Film Pengabdi Setan di Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah film dinilai tidak hanya bisa dikatakan memiliki efek semata, karena film adalah pantulan dari realitas. Film mungkin bukan menghadirkan objektivitas yang sebenarnya, tapi sedikitnya bisa membantu penonton membaca realitas masyarakat yang ada.

“Sebagai contoh film Amerika tahun 50an sampai 80-an sangat rasis, misalnya Gods Must Be Crazy, karena film itu bisa jadi petunjuk bagaimana masyarakat bekerja, film saat itu disukai oleh orang-orang rasis,” kata Dosen Budaya Populer Fakultas Komunikasi Universitas Padjajaran, Justito Adiprasetio.

Baca Juga

Dalam konteks film horor Indonesia, Justito juga menilai itu merupakan pantulan realitas, di mana teror, horor, mewakili kolom komentar ibu atau perempuan. Hal tersebut menunjukan bahwa perempuan itu menakutkan.

Padahal, menurut Justito, jika dilihat kembali realitas di masyarakat, justru tak jarang kekerasan datang dari pihak laki-laki. Dalam konteks keseharian masyarakat, misalnya di Pantura, pesisir pantai, banyak situasi di mana yang sering melakukan kekerasan itu laki-laki.

“Laki-laki tidak bertanggung jawab, hal-hal semacam itu tidak ditampilkan, ini kemudian jadi masalah bagaimana mengekspos sosok ibu jumlahnya semakin banyak, ibu sebagai fondasi teror bagaimana terjadi penguatan,” lanjut penulis “Memaksa Ibu Jadi Hantu”.

Justito menambahkan bahwa pada akhirnya horor memang selalu ideologis. Jadi, ketakutan merupakan representasi bagaimana ideologi itu bekerja.

Karena ketakutan itu wujud mekanisme pertahanan, di mana ketika takut atas sesuatu yang sifatnya metafisis, tidak bisa dibuktikan ada tidak adanya ketakutan itu. Kemudian harus diajarkan film memaksa kita mempelajari bahwa ibu itu wajar menghantui kita.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطٰنُ كَمَآ اَخْرَجَ اَبَوَيْكُمْ مِّنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْاٰتِهِمَا ۗاِنَّهٗ يَرٰىكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهٗ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْۗ اِنَّا جَعَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ لِلَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya. Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.

(QS. Al-A'raf ayat 27)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement