REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mewacanakan untuk mengkonsolidasikan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk dengan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Adanya wacana ini pernah disampaikan Wakil Presiden Maruf Amin pada 25 Agustus 2022.
BNI buka suara mengenai wacana tersebut. Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Perusahaan BNI Mucharom mengatakan, perseroan belum mendapatkan arahan tindak lanjut dari pemerintah selaku pemegang saham BNI.
“Terkait wacana akuisisi BTN, dapat kami sampaikan, sampai saat ini hal tersebut belum ada arahan tindak lanjut dari pemegang saham untuk menjadikan aksi korporasi (corporate action),” ujarnya kepada wartawan, Selasa (30/8/2022).
Menurutnya, perseroan selalu mendukung rencana pengembangan bisnis oleh pemerintah dengan mempertimbangkan aspek bisnis untuk memberikan dampak positif terhadap kinerja keuangan, serta dapat memberikan nilai tambah bagi para pemegang saham serta negara.
“Saat ini BNI sedang fokus mengeksekusi agenda corporate transformation yang telah dicanangkan perseroan,” ucapnya. Mucharom menyebut perseroan sedang berfokus pada eksekusi agenda corporate transformation yang telah dirumuskan.
“Saat ini, kami menempatkan prioritas pada optimalisasi kontribusi anak perusahaan. Kami sedang berfokus pada pengembangan beberapa rencana strategis bank digital, securities, dan multifinance,” ucapnya.
Dalam kunjungan kerja Wakil Presiden Ma'ruf Amin ke Pondok Pesantren Teknologi Riau pada 25 Agustus 2022, Wapres menyebut BNI diarahkan mengambil BTN konvensional dan kemudian unit usaha syariah (UUS) BTN diambil oleh PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS). Hal itu dilakukan untuk mengkonsolidasikan himpunan bank milik negara (Himbara).
Adapun kejelasan tentang wacana lama untuk menggabungkan BNI dengan BTN itu juga sudah dipertanyakan Komisi VI DPR saat melakukan rapat kerja dengan Menteri BUMN pada 7 Juni 2022.
Wacana akuisisi BTN oleh BNI sudah muncul sejak lama yakni saat BNI dipimpin oleh Sigit Pramono pada 2005. Namun hal tersebut tidak terealisasi karena banyak aspek yang dipertimbangkan, termasuk budaya karyawan dan nasabah.
Associate Director Pilarmas Investindo Maximilianus Nicodemus berpendapat tidak ada kebutuhan yang mendesak bagi pemerintah untuk menggabungkan BNI dengan BTN. Menurutnya, saat ini kedua bank telah memiliki fokus bisnis yang sangat tepat sehingga dan masih mampu mengoptimalkan bisnis masing-masing.
BTN fokus pada properti, sedangkan itu BNI fokus pada UMKM dan korporasi. Bahkan, BNI juga sedang membesarkan bisnis di luar negeri.“BTN memiliki pangsa pasar sendiri dan BNI juga memiliki pangsa pasar sendiri,” kata Maximilianus, Sabtu (27/8/2022).
Dia berpendapat meski secara permodalan saat ini BTN lebih kecil dibandingkan dengan BNI, tetapi BTN masih cukup baik dapat bersaing dengan bank-bank besar. BTN juga tengah berencana melakukan rights issue yang akan membuat modal mereka bertambah tanpa perlu merger dengan bank BUMN lainnya. “Jadi dari sisi permodalan juga sudah cukup,” kata Maximilianus.
Maximilianus berpendapat rencana penggabungan BNI dengan BTN tidak bisa disamakan dengan penggabungan BNI Syariah, BRI Syariah dan Mandiri Syariah menjadi Bank Syariah Indonesia. Ketiga bank syariah tersebut memiliki porsi yang kecil, sehingga dengan digabungkan akan lebih baik dan dapat mendorong penetrasi bank BUMN di pasar syariah.
Hal tersebut dapat tercapai karena ketiganya mengincar pasar yang sama yaitu ekonomi islam. Adapun kasus BNI dan BTN, keduanya memiliki fokus bisnis yang berbeda.
Menurutnya meski tidak terlalu mendesak digabungkan, mungkin pemerintah memiliki pertimbangan lain untuk menggabungkan kedua bank BUMN tersebut, terdapat nilai-nilai yang menurut pemerintah akan melahirkan bisnis yang baik.
“Tentu akan membuat gabungan kedua perusahaan akan semakin besar, sinergi akan semakin kuat. Tetapi pertanyaanya, seberapa profit dengan penggabungan ini? hanya pemerintah yang bisa menjawab,” ucapnya.