REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR RI, Kamrussamad, menyoroti soal rencana kenaikan bahan bakar minyak (BBM). Ia meminta agar pemerintah cermat dalam mengambil keputusan.
"Subsidi BBM merupakan kebijakan pro rakyat khususnya bagi rakyat miskin, karena itu perlu perhitungkan secara matang jika ingin dicabut, sejauh mana dampaknya terhadap kemiskinan baru yang akan muncul," kata Kamrussamad kepada Republika, Selasa (30/8/2022).
Pemerintah dikabarkan akan mengalokasikan anggaran sebesar Rp 24,17 T untuk bansos sebagai bantalan dampak rencana pengurangan subsidi BBM. Rencananya bansos akan disalurkan pekan ini.
"Jika pemerintah menyiapkan bansos sebesar Rp 24,17 T kita tunggu skema programnya, sasaran, dan targetnya ke mana saja? Kami belum mendapatkan penjelasan tentang hal tersebut," ujarnya.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menetapkan bantalan sosial terkait pengalihan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) sebesar Rp 24,17 triliun. Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, pemerintah akan memberikan tiga jenis bantalan sosial kepada masyarakat.
Pertama yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang akan diberikan kepada 20,65 juta kelompok atau keluarga penerima manfaat. Pemerintah akan memberikan BLT kepada masyarakat sebesar Rp 150 ribu selama empat kali dan akan disalurkan dalam dua tahap.
Kedua, pemerintah juga memberikan bantuan subsidi upah kepada 16 juta pekerja dengan gaji maksimum Rp 3,5 juta per bulan. Bantuan subsidi upah ini akan diberikan kepada masyarakat sebesar Rp 600 ribu. Total anggaran yang disediakan mencapai Rp 9,6 triliun.
Ketiga, Presiden juga meminta pemerintah daerah untuk memberikan perlindungan terhadap daya beli masyarakat. Bantuan yang dibayarkan oleh pemerintah daerah tersebut menggunakan 2 persen dari dana transfer umum yaitu Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) yakni sebesar Rp 2,17 triliun.