Rabu 31 Aug 2022 21:16 WIB

MK Tolak Permohonan PSI yang Diwakili Giring

PSI yang diwakili Giring Ganesha sebelumnya menggugat UU tentang Pemilu.

Hakim Konstitusi Suhartoyo (kiri) dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh (kanan) menghadiri sidang uji materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di Gedung Mahkamah Konsitusi, Jakarta, Rabu (31/8/2022). Sidang tersebut beragendakan pembacaan putusan permohonan dari pemohon Ketua Umum PSI Giring Ganesha Djumaryo dan Sekjen PSI Dea Tunggaesti.
Foto: ANTARA/Galih Pradipta
Hakim Konstitusi Suhartoyo (kiri) dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P Foekh (kanan) menghadiri sidang uji materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di Gedung Mahkamah Konsitusi, Jakarta, Rabu (31/8/2022). Sidang tersebut beragendakan pembacaan putusan permohonan dari pemohon Ketua Umum PSI Giring Ganesha Djumaryo dan Sekjen PSI Dea Tunggaesti.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia, yang diwakili oleh Giring Ganesha Djumaryo selaku Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal PSI Dea Tunggaesti. Permohonan ditolak seluruhnya.

"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan perkara Nomor 64/PUU-XX/2022 di Jakarta, Rabu (31/8/2022).

Baca Juga

Dalam perkara tersebut, tiga orang hakim MK, yakni Saldi Isra, Suhartoyo dan Enny Nurbaningsih memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion). Pada bagian pokok permohonan yang dibacakan langsung oleh Hakim Manahan M.P.Sitompul menyatakan pemohon mendalilkan Pasal 173 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu inskonstitusionalitas.

Kepada Mahkamah, pemohon menyampaikan sejumlah argumentasi, di antaranya verifikasi administrasi tidak menjamin kebenaran dan kesesuaian data sehingga seluruh partai politik tanpa terkecuali perlu dicek kebenaran serta kesesuaian persyaratan sebagai partai calon peserta pemilu melalui verifikasi faktual.

Kemudian, menurut pemohon, apabila verifikasi faktual tidak dilakukan, KPU hanya mengandalkan kebenaran dan keakuratan dokumen yang diserahkan partai politik berdasarkan kejujuran dan integritas dari partai politik yang bersangkutan. Sedangkan faktanya, menurut pemohon, dalam verifikasi faktual masih ditemukan data fiktif terkait keanggotaan, kepengurusan maupun kantor partai politik. 

Atas beberapa alasan yang disampaikan kepada MK, pemohon memohon agar menyatakan Pasal 173 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang telah berubah makna berdasarkan putusan MK Nomor 55/PUU-XVIII/2020 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Hal itu sepanjang tidak dimaknai seluruh partai politik, yakni yang telah lolos verifikasi Pemilu 2019 dan sudah lolos atau memenuhi ketentuan parliamentary threshold pada Pemilu 2019. Berikutnya partai politik baru wajib lolos verifikasi administrasi dan faktual oleh KPU. Namun, upaya gugatan pengujian undang-undang yang dilayangkan oleh PSI ke MK ditolak secara keseluruhan oleh mahkamah.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement