Kamis 01 Sep 2022 17:37 WIB

Palestina Tagih Janji Amerika Serikat 

Salah satunya mendukung Palestina sebagai negara anggota penuh di PBB.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
 Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh. Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh mengatakan, Amerika Serikat (AS) perlu memenuhi janji-janjinya terkait Palestina.
Foto: EPA-EFE/ALAA BADARNEH
Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh. Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh mengatakan, Amerika Serikat (AS) perlu memenuhi janji-janjinya terkait Palestina.

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh mengatakan, Amerika Serikat (AS) perlu memenuhi janji-janjinya terkait Palestina. Salah satunya mendukung Palestina sebagai negara anggota penuh di PBB.

Hal itu disampaikan Shtayyeh saat bertemu Utusan AS untuk Israel dan Palestina Hady Amr di Ramallah, Rabu (31/8/2022). Shtayyeh mengungkapkan, Palestina sedang mengalami tekanan yang cukup besar. Di satu sisi, Palestina menghadapi tindakan represif Israel yang belum pernah terjadi sebelumnya, termasuk penyerangan ke Masjid Al-Aqsa, pembunuhan di luar proses hukum, dan perampasan tanah.

Baca Juga

Di sisi lain, Palestina juga menghadapi krisis keuangan dan kurangnya cakrawala politik. Karena itu, Shtayyeh menegaskan kembali perlunya kemauan politik AS untuk mendukung Palestina dan merealisasikan janji-janjinya yang pernah disampaikan, khususnya pembukaan kembali konsulat AS untuk Palestina di Yerusalem guna melindungi solusi dua negara.

“Kami juga berusaha menghidupkan kembali pengajuan politik dengan meminta untuk menjadi anggota penuh negara di PBB mengingat tidak adanya inisiatif politik untuk menyelesaikan masalah Palestina,” kata Shtayyeh seraya menyerukan AS untuk tidak mengganggu upaya ini dan mengakui negara Palestina, dilaporkan laman kantor berita Palestina, WAFA.

Pemerintahan Presiden AS Joe Biden telah menyampaikan rencananya membuka kembali konsulat AS untuk Palestina di Yerusalem. Hal itu diharapkan dapat memulihkan dapat memperdalam hubungan Washington dengan Palestina.

Pada Desember 2017, AS, di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. AS menjadi negara pertama di dunia yang memberi pengakuan semacam itu. Pada Mei 2018, Washington memindahkan kedutaan besarnya untuk Israel ke Yerusalem. Di tahun yang sama, pemerintahan Trump menutup konsulat AS untuk Palestina di Yerusalem Timur.

Sejak mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, Pelestina memutuskan mundur dari negosiasi damai dengan Israel yang dimediasi AS. Palestina menilai Washington tak menjadi mediator yang netral karena terbukti membela kepentingan politik Tel Aviv. 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement