Ahad 04 Sep 2022 05:55 WIB

Soal Pneumonia Misterius, Epidemiolog: Situasi Dunia Semakin Rentan

Epidemiolog mendorong masyarakat menerapkan perilaku hidup bersih.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Friska Yolandha
Warga mengenakan masker dengan latar belakang gedung-gedung bertingkat berselimut kabut asap di Jakarta, Kamis (25/8/2022). Lembaga data kualitas udara IQ Air pada Juli 2022 menempatkan Jakarta sebagai peringkat pertama dari sepuluh besar kota  paling berpolusi di Indonesia dengan indeks kualitas udara di angka 180 karena konsentrasi Particulate Matter (PM) 2.5 Jakarta berada pada angka 111.5 mikrogram per meter kubik atau 22,3 kali di atas nilai pedoman kualitas udara tahunan Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Foto: ANTARA/Aditya Pradana Putra
Warga mengenakan masker dengan latar belakang gedung-gedung bertingkat berselimut kabut asap di Jakarta, Kamis (25/8/2022). Lembaga data kualitas udara IQ Air pada Juli 2022 menempatkan Jakarta sebagai peringkat pertama dari sepuluh besar kota paling berpolusi di Indonesia dengan indeks kualitas udara di angka 180 karena konsentrasi Particulate Matter (PM) 2.5 Jakarta berada pada angka 111.5 mikrogram per meter kubik atau 22,3 kali di atas nilai pedoman kualitas udara tahunan Badan Kesehatan Dunia (WHO).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak tiga warga Argentina telah meninggal akibat penyakit pneumonia yang belum diketahui asal-usulnya. Saat ini otoritas kesehatan Argentina masih menyelidiki hal tersebut.

Menanggapi hal tersebut, Ahli Epidemiologi Griffith University Dicky Budiman mengatakan saat ini situasi dunia semakin rentan. Oleh karenanya pelonggaran aturan perlu dilakukan dengan sangat hati-hati.

Baca Juga

"Intinya di tengah situasi dunia yang semakin rentan, pelonggaran harus dilakukan sangat hati-hati serta terukur," ungkapnya kepada Republika.co.id, Sabtu (3/9/2022).

Dicky menekankan perlunya ada proteksi pada kesehatan masyarakat. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat serta menjalankan protokol kesehatan dengan emakai makser, cuci tangan dan mengurangi aktivitas di tengah kerumunan.

Penerapan PPKM lanjut Dicky juga diperlukan, dan tidak perlu sampai lockdown atau PPKM level 3 dan 4. Setidaknya, PPKM tetap harus dijaga walau berada di level 1.

"Kenapa masker tetap harus diberlakukan, karena upaya ini efektif, murah dan mudah. Surveilens juga harus ditingkatkan, begitu pula dengan vaksin dan booster. Hal ini harus dilakukan selain perilaku hidup bersih sehat," terangnya lagi.

Termasuk, pada perubahan aspek lingkungan dan hewan. Saat ini, kata Dicky situasi memang mengarah lebih membaik, namun masih belum bisa dibilang aman untuk melakukan kegiatan seperti sebelum pandemi.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Argentina Tucuman Luis Medina Ruiz mengatakan, sembilan orang di Provinsi Tucuman barat laut telah terinfeksi oleh penyakit pernapasan misterius. Termasuk delapan staf medis di klinik swasta yang sama, dan tiga telah meninggal sejak Senin (29/8/2022).

Dari tiga korban meninggal, dua di antaranya sempat dirawat di rumah sakit, sementara satu lainnya menjalani perawatan di rumah. Ruiz mengungkapkan, para korban mengalami kondisi pernapasan parah dengan pneumonia bilateral.

“Sangat mirip dengan Covid,” ucapnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement