Ahad 04 Sep 2022 14:31 WIB

Kenaikan BBM Bersubsidi Mendapat Kritik Tajam

Negara dilarang berlepas tangan atas pemenuhan hak setiap warganya.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Andi Nur Aminah
Petugas melayani pengisian BBM jenis Pertalite di Jakarta, Sabtu (3/9/2022).  Pemerintah menetapkan harga Pertalite dari Rp 7.650 menjadi Rp 10.000 per liter, Solar dari Rp 5.150 menjadi Rp 6.800 per liter, Pertamax dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per liter yang berlaku pada Sabtu 3 September 2022. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Petugas melayani pengisian BBM jenis Pertalite di Jakarta, Sabtu (3/9/2022). Pemerintah menetapkan harga Pertalite dari Rp 7.650 menjadi Rp 10.000 per liter, Solar dari Rp 5.150 menjadi Rp 6.800 per liter, Pertamax dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per liter yang berlaku pada Sabtu 3 September 2022. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan mengkritisi Pemerintah yang menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dengan alasan harga BBM subsidi saat ini telah membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Ia menduga tindakan ini bisa digolongkan sebagai perbuatan melawan hukum. 

Chandra menyatakan negara dilarang berlepas tangan atas pemenuhan hak setiap warganya. Sebab hal itu menurutnya, merupakan tanggungjawab negara secara mutlak untuk memenuhinya, termasuk hak atas sumber energi. 

Baca Juga

"Sehingga, sebagai sebuah tanggungjawab negara yang harus dipikul oleh pemerintah, maka tidak pantas jika tanggungjawab itu beralih kata dan makna menjadi subsidi, yang definisinya adalah bantuan. Bukankah, pemerintah berkewajiban untuk turut campur tangan di tengah-tengah kesulitan masyarakat kecil terhadap segala kebutuhan dasarnya, termasuk menyediakan BBM, listrik, kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya," kata Chandra dalam keterangan resmi pada Ahad (4/9/2022). 

Chandra menilai istilah subsidi telah mengaburkan kewajiban negara yang dipimpin oleh pemerintah. Ini sebagaimana telah diamanat Pasal 28I ayat (4) UUD 1945, yang berbunyi : "Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah".

Kemudian Pasal 3 huruf f Undang-Undang No 30/2007 Tentang Energi mengamanatkan bahwa pengelolaan energi ditujukan untuk meningkatkan akses masyarakat tidak mampu dan/atau yang tinggal di daerah terpencil terhadap energi, guna mewujudkan kesejahteraan.

"Melepaskan tanggungjawab dapat dinilai perbuatan melawan hukum oleh penguasa," ujar Chandra. 

Chandra juga memandang kebijakan Pemerintah yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri seperti tanggungjawab atas rakyat ini akan memicu kenaikan produk lain hingga biaya produksi akan ikut naik. Lalu setiap kenaikan harga BBM menjadikan harga bahan utama akan ikut terdongkrak naik. "Belum lagi bahan penolong atau pendukung, secara cepat atau lambat pasti akan ikut naik," sebut Chandra. 

Atas dasar itu, LBH Pelita Umat siap mendukung bila ada rakyat terdampak kebijakan tersebut yang ingin menempuh langkah hukum. "Bahwa bagi masyarakat yang terdampak atas kenaikan BBM, saya bersedia mendampingi masyarakat untuk melakukan perlawanan hukum kepada Pemerintah termasuk namun tidak terbatas di pengadilan," ucap Chandra. Diketahui, Pemerintah secara resmi menaikkan harga BBM bersubsidi mulai Sabtu (3/9/2022). 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement