REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum dari Pierre Togar Sitanggang, Denny Kailimang, menilai Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung telah melakukan kekeliruan dakwaan terhadap kliennya terkait kelangkaan minyak goreng (migor) pada awal 2022. Hal itu disampaikan Denny dalam eksepsi pada sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (6/9).
"Ekspor CPO bukanlah biang keladi dari kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng, sebagaimana dinarasikan oleh Kejaksaan Agung RI selama ini," kata Denny dalam persidangan itu.
Denny merujuk data dari Badan Pusat Statistik (BPS). Berdasarkan data tersebut, pada awal tahun 2022 terjadi penurunan volume ekspor CPO dan produk turunannya secara signifikan. Dibandingkan dengan ekspor periode yang sama tahun 2021 (YoY), penurunan volume ekspor CPO sebanyak 1.437.554 ton dibanding pada triwulan pertama tahun 2022.
Selanjutnya Denny menguraikan fakta bahwa jika produksi CPO pada triwulan pertama tahun 2022 dikurangi ekspor, sesungguhnya masih tersedia sekitar 6,8 juta ton stok CPO/minyak goreng.
"Jumlah itu lebih dari cukup untuk konsumsi di dalam negeri. Sehingga ekspor CPO bukanlah biang keladi dari kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng, sebagaimana dinarasikan oleh Kejaksaan Agung RI selama ini," ujar Denny.
Dalam pembacaan eksepsinya, Denny juga mengatakan kelangkaan dan gejolak itu lebih disebabkan karena adanya tindakan penimbunan stok minyak goreng yang dilakukan berbagai pihak di dalam negeri mulai dari produsen sampai distributor.
Denny menegaskan dakwaan korupsi yang disampaikan jaksa kepada kliennya, tidak hanya salah alamat tapi juga salah pasal dakwaan. Seharusnya, kata dia, jaksa menerapkan pasal pidana penimbunan yang diatur di UU Perdagangan.
"Dengan pasal pidana penimbunan maka dapat mengungkap penyebab sebenarnya kelangkaan minyak goreng, karena dapat digunakan kepada pelaku usaha mana pun, eksportir atau tidak, produsen, distributor hingga retail yang dianggap menyebabkan tersendatnya distribusi minyak goreng di dalam negeri," ujar Denny.
Pada sidang kedua ini, empat kuasa hukum dari terdakwa Indra Sari Wisnu Wardhana, Dr Master Parulian Tumanggor, Lin Che Wei dan Stanley MA menyampaikan secara terpisah materi eksepsinya. Pembacaan eksepsi ini sebagai respons dari tuntutan dakwaan dengan tuduhan menyebabkan kerugian negara Rp 18,3 triliun dalam kasus korupsi izin ekspor minyak goreng.