Kamis 08 Sep 2022 01:32 WIB

Pakar: Gotong Royong Solusi Swasembada Daging Sapi

Pakar mengatakan gotong royong merupakan solusi swasembada daging sapi.

Red: Bayu Hermawan
Daging sapi (ilustrasi)
Foto: ANTARA/AMPELSA
Daging sapi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar IPB University, Muladno, mengatakan gotong royong berbagai pihak mulai dari pengusaha ternak, peternak rakyat, dan perguruan tinggi akan membantu pemerintah Indonesia dalam mencapai target swasembada daging sapi untuk jangka panjang.

"Sinergi dan kolaborasi komunitas dan pengusaha menjadi satu-satunya penyelesaian (budi daya sapi), yang tentu saja didampingi pemerintah dan perguruan tinggi. Namanya gotong royong produktif," kata Muladno dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (7/9/2022).

Baca Juga

Menurutnya, perkembangan budi daya ternak sapi di Indonesia ditentukan oleh empat unsur yaitu peternak rakyat, pengusaha ternak, pemerintah, dan akademisi perguruan tinggi. Setiap unsur tersebut, lanjutnya, memiliki kekuatan masing-masing, namun keempat unsur tersebut sampai saat ini belum bergotong royong secara maksimal agar bisa menutupi kelemahan masing-masing.

"Saya ingin sampaikan apa kekuatan peternak rakyat? Pertama, jumlahnya banyak dan menguasai budi daya ternak. Kepemilikan sapi di Indonesia dikuasai oleh peternak rakyat, yang kecil-kecil. Sebesar 98 persen populasi sapi dikuasai oleh mereka. Termasuk yang indukan," kata Muladno.

Selain itu peternak rakyat juga memeliki kekuatan lantaran tekun dan menyayangi hewan ternak mereka. Mereka menjadikan ternak sebagai tabungan, amanah, dan bertanggung jawab.

"Sayang kekuatan ini belum dimaksimalkan. Yang saya dengar dari sejak saya kuliah sampai hari ini, itu menjadi seolah-olah kekurangan. Padahal ini kekuatan," ujar Muladno.

Sementara pengusaha ternak, kata dia, memiliki kekuatan keuangan yang mapan, jaringan bisnis luas, keunggulan bersaing, berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi dalam efisiensi dan produktivitas, serta dipercaya oleh lembaga keuangan seperti bank. "Ini tidak dimiliki oleh peternak-peternak kecil," ucapnya.

Selanjutnya, unsur perguruan tinggi dinilai memiliki kekuatan ilmu pengetahuan dan mampu mengembangkan teknologi. Lalu berjiwa pendidik, kreatif dan inovatif, detail dan komprehensif, serta berorientasi keilmuan.

Sementara unsur pemerintah, yang diwakili Kementerian Pertanian, memiliki kekuatan berupa kewenangan untuk mengatur, memiliki kekuasaan untuk memanfaatkan dana rakyat untuk kesejahteraan rakyat, berjangkauan luas, taat pada atasan dan prosedural, serta memiliki banyak aset lahan untuk pengembangan peternakan.

"Jadi, mestinya kekuatan dari empat pihak itu minimal ini kalau diramu sedemikian rupa menjadi kekuatan," katanya.

Untuk mengatasi menurunnya populasi sapi di Indonesia terutama karena Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), menurut Muladno, yang harus dilakukan pada tahap awal adalah mengubah pola pikir dan karakter budidaya sapi para peternak rakyat. Caranya, memberikan edukasi layak tentang usaha ternak sapi.

Salah satunya, kata dia, memasukkan peternak dalam Sekolah Peternak Rakyat (SPR) yang digagas perguruan tinggi. "Kalau mau bilang pengembangbiakan ternak sapi, maka yang paling penting adalah peternak rakyat," katanya.

Edukasi bagi peternak rakyat dibutuhkan agar peternak memiliki kesetaraan penguasaan ilmu dengan pemerintah, pengusaha, dan perguruan tinggi. "Peternak rakyat harus disamakan frekuensinya dengan tiga unsur lain. Supaya frekuensinya sama, setara segalanya," kata dia.

Jika empat unsur tadi sudah setara, kata dia, akan mempermudah gotong royong untuk mencapai target Indonesia swasembada daging sapi untuk jangka panjang. "Dengan cara seperti ini nantinya bisa menambah populasi sapi. Nanti industri daging dan pengolahan produk bisa juga. Ratusan BUMDes bisa dipekerjakan untuk ini," ujar Muladno.

Berdasarkan proyeksi Dosen Peternakan IPB University Afton Atabany, populasi sapi lokal harus berjumlah 37 juta ekor atau dua kali lipat dari jumlah saat ini yang sekitar 18,5 juta ekor untuk mencapai swasembada pada 2026. Setiap tahun dibutuhkan impor sapi indukan sebanyak 1 juta ekor, yang dalam pemeliharaannya harus memiliki angka kelahiran 70 persen dan angka kematian maksimal 30 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement