Kamis 08 Sep 2022 11:51 WIB

Korsel Tawarkan Pembicaraan Reuni Keluarga dengan Korut

Korsel-Korut membahas reuni keluarga yang dipisahkan oleh Perang Korea 1950-1953

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Korea Selatan pada Kamis (8/9/2022) menawarkan pembicaraan dengan Korea Utara untuk membahas reuni keluarga yang dipisahkan oleh Perang Korea 1950-1953.
Foto: AP/Jon Chol Jin
Korea Selatan pada Kamis (8/9/2022) menawarkan pembicaraan dengan Korea Utara untuk membahas reuni keluarga yang dipisahkan oleh Perang Korea 1950-1953.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Selatan pada Kamis (8/9/2022) menawarkan pembicaraan dengan Korea Utara untuk membahas reuni keluarga yang dipisahkan oleh Perang Korea 1950-1953. Usulan ini muncul beberapa hari sebelum hari libur nasional Chuseok.

Menteri Unifikasi, Kwon Young-se, yang bertanggung jawab atas urusan antar-Korea, mendesak tanggapan cepat dan positif dari Korea Utara. Kwon mengatakan, Seoul akan mempertimbangkan preferensi Pyongyang dalam memutuskan tanggal, tempat, agenda, dan format pembicaraan.

"Kami berharap pejabat yang bertanggung jawab dari kedua belah pihak akan bertemu secara langsung segera mungkin untuk diskusi terbuka tentang masalah kemanusiaan termasuk masalah keluarga yang terpisah," kata Kwon dalam konferensi pers.  

Korea Utara dan Korea Selatan telah mengadakan reuni keluarga pada hari libur besar. Tapi hubungan lintas batas kedua negara telah memburuk.  Korea Utara melakukan sejumlah uji coba rudal tahun ini dan terlihat siap untuk uji coba nuklir pertamanya sejak 2017.

Ketika ditanya tentang kemungkinan bantuan makanan, Kwon mengatakan, pemerintahnya tidak mempertimbangkan "insentif khusus" dan Korea Utara harus menanggapi untuk menangani masalah kemanusiaan. "Bahkan jika Pyongyang menolak tawarannya, Seoul akan terus mengajukan proposal," kata Kwon.

Seorang profesor di Institut Studi Timur Jauh di Universitas Kyungnam, Lim Eul-chul,  mengatakan, kemungkinan Korea Utara untuk menerima tawaran dari Korea Selatan sangat kecil. Reuni keluarga membutuhkan tingkat kepercayaan yang substansial.

"Reuni keluarga adalah masalah dasar kemanusiaan tetapi pada kenyataannya membutuhkan tingkat kepercayaan yang substansial antara kedua belah pihak," kata Lim.

Putaran terakhir reuni keluarga terjadi pada 2018, ketika pemerintah Korea Selaran mengadakan pertemuan puncak dengan Kim. Korea Selatan mencoba menengahi perjanjian damai antara Pyongyang dan Washington.

Presiden Yoon Suk-yeol, yang menjabat pada Mei, telah mengungkapkan rencana "berani" untuk memberikan bantuan ekonomi sebagai imbalan perlucutan senjata nuklir. Yoon mengatakan, Korea Selatan akan menanggapi dengan tegas provokasi Korea Utara.

Saudara perempuan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un, Kim Yo-jong, bulan lalu mengatakan, Yoon harus berhenti berkoar-koar. Kim Yo-jong mengatakan, negaranya tidak akan duduk berhadap-hadapan dengan Korea Selatan. Dia mengkritik rencana Yoon sebagai langkah yang tidak masuk akal.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement