REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Insentif bagi guru mengaji pada program guru maghrib mengaji (GMM) di Kota Bandung tahun 2022 hingga saat ini belum cair. Keterlambatan pencairan diduga karena faktor perubahan status bantuan dari hibah insentif menjadi hibah bantuan sosial (bansos).
Ketua PKS Kota Bandung Ahmad Rahmat Purnama mengatakan 10.000 guru mengaji belum mendapatkan insentif dalam program guru magrib mengaji (GGM). Ia mendapatkan informasi keterlambatan disebabkan aturan perubahan status dari hibah insentif menjadi hibah bansos sehingga membutuhkan verifikasi yang berlarut-larut.
"Tahun ini belum ada yang cair (insentif) biasanya empat bulan sekali," ujarnya kepada wartawan belum lama ini.
Ia mengungkapkan keterlambatan pencairan hibah insentif untuk guru mengaji karena perubahan mekanisme menjadi hibah bansos. Akibatnya, persyaratan banyak yang harus dipenuhi oleh para guru mengaji salah satunya harus memiliki surat keterangan tidak mampu (SKTM).
"Kalau mau cair harus pakai bansos, ini banyak diprotes yang tepat hibah (insentif)," katanya.
Tidak hanya itu, pihaknya menyoroti pengurangan kuota guru mengaji pada program tersebut tahun 2023 yaitu menjadi 5.000 orang. Padahal sejak digulirkan tahun 2019, kuota yang ada berada di angka 10 ribu orang hingga tahun 2022.
"Gak logis 5.000 yang logis 8.000 berarti tidak ada keberpihakan," katanya.
Ia mengaku pengurangan kuota dari 10 ribu menjadi 5.000 sangat tidak logis dan tidak memiliki keberpihakan. Ahmad mengatakan bahwa keberadaan guru mengaji sangat penting untuk membina dan mengajarkan Alquran kepada anak-anak.
Ia mendapatkan informasi bahwa pengurangan kuota program guru mengaji dilakukan karena pada tahun 2021 terdapat peserta program merupakan ASN dan ada yang sudah meninggal dunia. Pihaknya merasa pengurangan kuota menjadi setengah tidak logis.
"Kita minta ke pak Tedi (Ketua DPRD) menyampaikan ke pak wali kota ini diperjuangkan agar bentuknya hibah insentif dan ditingkatkan 8.000," ungkapnya.
Selain itu anggaran yang disiapkan dari Rp 43 per tahun untuk program tersebut turun akibat kuota kurang menjadi Rp 23 miliar.
Anggota DPRD Kota Bandung Khairullah mengatakan program GMM merupakan janji politik pasangan Wali Kota Bandung dan Wakil Wali Kota Bandung Almarhum Oded M Danial dan Yana Mulyana. Kebijakan saat ini adalah insentif sebagai bentuk penghargaan kepada para guru ngaji.
"Dulu janji kampanye insentif wujud penghargaan kita kepada guru ngaji," katanya.
Sejak digulirkan, ia mengatakan anggaran program GMM untuk 10 ribu orang mencapai Rp 43 miliar dengan anggaran Rp 300 ribu per bulan. Perubahan mekanisme dari hibah insentif menjadi hibah bansos membuat syarat yang diperlukan menjadi bertambah.
"Untuk hibah (bansos) jadi sulit karena mereka harus masuk daftar DTKS Sementara seseorang masuk DTKS verifikasinya lama kurang lebih ada 54 item. Satu item ini gagal gak bisa, contoh dia punya motor langsung gak boleh (nerima dana)," katanya.
Ia menambahkan sampai saat ini verifikasi masih dilakukan. Pihaknya menerima aspirasi dari guru mengaji bahwa keberatan masuk ke DTKS dan harus memiliki SKTM.
"Sampai sekarang masih verifikasi, cuma aspirasi yang disampaikan guru mengaji mereka keberatan karena mereka harus punya SKTM dan masuk DTKS," katanya.
Terpisah saat dikonfirmasi Kabag Kesejahteraan Sosial Setda Kota Bandung Momon Ahmad Imron tidak merespon terkait belum adanya pencairan dana insentif program GMM.