REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden menegaskan kembali penolakannya untuk menunjuk Rusia sebagai negara sponsor terorisme. Hal itu disampaikan beberapa jam setelah Kongres AS memperkenalkan legislasi bipartisan yang menyerukan pemerintah untuk melakukan hal tersebut.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price mengatakan, pemerintahan Biden menentang langkah untuk menunjuk Rusia sebagai negara sponsor terorisme. Alasannya, pemerintah menghindari terjadinya “konsekuensi yang tidak diinginkan”.
“Kami terlibat dengan Kongres pada alat yang akan terus memiliki implikasi analog bagi ekonomi Rusia, bagi pemerintah Rusia, yang tidak akan memiliki konsekuensi yang tidak diinginkan itu,” ucap Price dalam konferensi pers, Rabu (14/9/2022).
Dia berpendapat, memutuskan menunjuk Rusia sebagai negara sponsor terorisme harus menghitung segala konsekuensi yang berpotensi muncul. “Kita harus memperhitungkan konsekuensinya, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Dan itu telah membawa kami ke pendekatan yang kami ambil di sini,” ujar Price.
Pekan lalu, Juru Bicara Gedung Putih Karine Jean-Pierre mengatakan, Presiden Joe Biden membuat keputusan akhir untuk menentang penunjukan Rusia sebagai negara sponsor terorisme. “Ini bukan jalan paling efektif atau terkuat ke depan. Penunjukan ini dapat memiliki konsekuensi yang tidak diinginkan ke Ukraina dan dunia,” ucapnya, menunjuk pada ekspor makanan dan pergerakan kapal melalui Laut Hitam.
Bulan lalu, Direktur Departemen Amerika Utara Kementerian Luar Negeri Rusia Alexander Darchiev menyoroti tentang kemungkinan negaranya ditetapkan sebagai "negara pensponsor terorisme" oleh AS. Dia memperingatkan, jika langkah itu diambil, Moskow tidak hanya bisa menurunkan level hubungan diplomatik dengan Washington, tapi juga memutuskannya.
Dalam sebuah wawancara dengan kantor berita Rusia, TASS, pada 13 Agustus lalu, Darchiev ditanya tentang kemungkinan Rusia menurunkan hubungan diplomatik dengan AS. Darchiev menjawab, dia tidak ingin berspekulasi atau membuat hipotesis. Meski demikian, dalam pandangannya, Barat dan AS sudah menginjak-injak hukum internasional dan melakukan praktik "tabu" dalam hubungan diplomatik.
"Dalam konteks ini, saya ingin menyebutkan inisiatif legislatif yang saat ini sedang dibahas di Kongres (AS) untuk menyatakan Rusia sebagai 'negara sponsor terorisme'. Jika disahkan, itu berarti Washington harus melewati titik tak bisa kembali, dengan kerusakan kolateral serius pada hubungan diplomatik bilateral, hingga menurunkan atau bahkan memutuskannya. Pihak AS telah diperingatkan," kata Darchiev.