REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan mencatat sebanyak 45.524 Berkas Kasus Piutang Negara (BKPN) aktif saat ini sedang ditangani oleh Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dengan total nilai outstanding mencapai Rp 170,23 triliun.
Direktur Perumusan Kebijakan Kekayaan Negara Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kemenkeu Encep Sudarwan menyatakan dari total nilai outstanding Rp 170,23 triliun itu sebagian besar berasal dari kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yaitu sekitar Rp 110 triliun.
"Berkas ada 45.524. Nominal outstanding gross karena kita sudah melakukan penyisihan adalah Rp 170,23 triliun di mana sebagian besar adalah piutang BLBI sekitar Rp 110 triliun," katanya dalam Media Briefing di Jakarta, Jumat (16/9/2022).
Untuk memaksimalkan penagihan utang dan mengembalikan hak negara maka pemerintah melalui PUPN pada 31 Agustus 2022 menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2022 tentang Pengurusan Piutang Negara. Encep menuturkan dengan penerbitan PP 28 tersebut maka pemerintah akan mampu membatasi ruang gerak debitur dan mempercepat sekaligus mengakselerasi pengurusan piutang negara.
"PP 28 Tahun 2022 hadir untuk memperkuat tugas dan wewenang PUPN dalam pengurusan piutang negara," ujarnya.
Salah satu materi muatan dalam PP adalah mengatur upaya-upaya pembatasan keperdataan dan/atau penghentian layanan publik kepada debitur. Ia mencontohkan, debitur yang belum menyelesaikan utang akan dibatasi akses keuangannya hingga tidak boleh mendapatkan kredit atau pembiayaan dari Lembaga Jasa Keuangan.
Debitur juga akan dibatasi layanan keimigrasian seperti penerbitan paspor dan visa maupun terhadap layanan bea cukai dan PNBP serta perolehan surat keterangan fiskal. Debitur turut dilarang mengikuti lelang dan pengadaan serta mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) bahkan hingga pembatasan pelayanan Surat Izin Mengemudi (SIM) maupun tindakan keperdataan/layanan publik lainnya.
Pengaturan upaya-upaya tersebut diharapkan dapat menjadi alat pemaksa bagi debitur agar melaksanakan kewajiban pembayaran piutang negara. PP ini juga mengatur tentang kewajiban bagi kementerian/lembaga/badan/pemerintah daerah untuk memberikan dukungan baik berupa data atau informasi yang diminta PUPN termasuk untuk melakukan pembatasan keperdataan dan/atau penghentian layanan publik.
Selanjutnya, PUPN akan dapat membangun koordinasi yang kuat dengan berbagai pihak pasca terbitnya PP 28 ini. Selain itu PP 28 turut memuat beberapa materi penting seperti pemberian perlindungan hukum bagi pembeli lelang barang jaminan PUPN terutama jika masa berlaku sertifikat hak kepemilikan sudah habis.
Kemudian penguatan tindakan pencegahan ke luar negeri bagi para debitur, penguatan upaya pengosongan agunan yang terjual lelang dengan bantuan aparat kepolisian, serta perlindungan hukum bagi pelaksanaan tugas-tugas PUPN.