Sabtu 17 Sep 2022 00:08 WIB

KPK: Sayangnya, Biaya Demokrasi di Indonesia Masih Sangat Tinggi

Modal calon yang ingin ikut pilkadamencapai Rp 30 miliar sampai Rp 150 miliar.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron (kanan)
Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan, biaya demokrasi di Indonesia masih sangat tinggi. Ia mengatakan, tingginya biaya dalam proses politik menjadi salah satu pemicu terjadinya tindak pidana korupsi.

"Sayangnya, demokrasi di Indonesia yang sampai saat ini biayanya masih sangat tinggi mengakibatkan proses politik yang mestinya secara hati nurani kemudian menjadi transaksi bisnis," kata Ghufron dalam webinar "Cegah Korupsi, Bantuan Parpol Jadi Solusi" seperti dipantau dari YouTube StranasPK Official, Jumat (16/9/2022).

Baca Juga

Ia mencontohkan calon yang ingin maju dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) membutuhkan modal yang banyak. "Versi Kemendagri modalnya adalah untuk kabupaten/kota yang pinggiran itu Rp 30 miliar sampai Rp 50 miliar. Di atas itu, yang menengah Rp 50 (miliar) sampai Rp 100 (miliar), untuk yang metro tentu sudah di atas Rp 150 (miliar)," ungkap Ghufron.

Dengan biaya tinggi tersebut, lanjut Ghufron, menjadi pemicu kepala daerah melakukan korupsi guna mengembalikan modal dari pembiayaan saat pencalonan tersebut. "Modal segitu, sementara gajinya kepala daerah kita tahu gajinya masih relatif tidak proporsional dengan bebannya. Alhasil, sekali lagi ini mengakibatkan mau tidak mau proses pengembalian modal itu dengan cara korup," kata dia.

Ia mengungkapkan berdasarkan data KPK, ada ratusan kader partai politik (parpol) yang ditangkap KPK, padahal KPK sesungguhnya tidak ingin penangkapan tersebut terus terjadi. "Ketika korup maka kemudian 'berkucing-kucingan' dengan KPK, melahirkan sudah 300 kader parpol yang duduk di legislatif, yang duduk di kepala daerah sekitar 144. KPK pun sesungguhnya tidak ingin melanjutkan ini semua tetapi ini tidak akan selesai dengan hanya di tingkat penindakan ditangkap dan ditangkap," ucapnya.

Oleh karena itu, KPK pun mengharapkan dapat tercipta sistem politik yang lebih berintegritas. "Maka mari kita bangun sistem politik ke depan yang lebih berintegritas. Itu semua awalnya dari kebijakan pembentukan Undang-Undang Parpol baik tentang penggunaan anggaran, bantuannya bahkan sampai tentang sistem politiknya seperti apa. Apakah terbuka, proporsional, atau apapun. Itu semua kan sistem politik pasti ada konsekuensi-konsekuensinya," ujar Ghufron.

"Ini yang sama-sama kita creatagar sistem politik ke depan bukan hanya kemudian melahirkan pemenang-pemenang tetapi proses politik jangan sampai kemudian viktimisasi pada kader parpol. Sudah harus berbiaya tinggi kemudian setelah menang, 'kucing-kucingan' dengan KPK. Ini kan semua proses yang sebenarnya bisa ditentukan partai politik sendiri," kata dia menambahkan.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement