REPUBLIKA.CO.ID, MANAMA – Bahrain telah melaporkan kasus cacar monyet pertamanya. Pasien terdeteksi mengidap penyakit tersebut sesaat setelah melakukan perjalanan ke luar negeri.
“Pasien, seorang pria ekspatriat berusia 29 tahun, telah tiba di Kerajaan (Bahrain) setelah baru-baru ini bepergian ke luar negeri. Pasien mengalami gejala dan telah diisolasi saat menerima perawatan yang diperlukan, berdasarkan protokol yang diadopsi,” kata Bahrain News Agency (BNA) dalam laporannya, Jumat (17/9/2022).
Pada Rabu (14/9/2022) lalu, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, penyebaran kasus cacar monyet di tingkat global mengalami penurunan. Namun dia tetap mendesak negara-negara untuk waspada dan responsif ketika mengidentifikasi terduga pasien.
Pada 23 Juli lalu, WHO menetapkan wabah cacar monyet sebagai darurat kesehatan global atau Public Health Emergency of International Concern (PHEIC). “Meskipun saya menyatakan PHEIC, untuk saat ini wabah (cacar monyet) terkonsentrasi di antara pria yang berhubungan seks dengan pria, terutama mereka yang memiliki banyak pasangan seksual,” kata Ghebreyesus kala itu.
Dia menjelaskan, kendati dinyatakan sebagai PHEIC, risiko wabah cacar monyet moderat secara global, kecuali di Eropa. Ghebreyesus mengungkapkan, risiko penyebaran atau penularan penyakit tersebut tinggi di Benua Biru.
Penetapan PHEIC dirancang untuk memicu respons internasional yang terkoordinasi. Dengan status tersebut, pendanaan untuk berkolaborasi dalam berbagi vaksin dan perawatan dapat dibuka. Sejauh ini, WHO sudah mencatatkan lebih dari 47.600 kasus cacar monyet yang tersebar di 90-an negara.