REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau mengomentari penemuan kuburan massal di kota Izium, Ukraina. Menurutnya kuburan itu menjadi bukti kejahatan perang Rusia dan pertanggungjawaban penuh atas tindakan tersebut diperlukan.
“Perlu penyelidikan dan transparansi yang tepat. (Presiden Rusia) Vladimir Putin, para pendukungnya, dan militer Rusia harus dimintai pertanggungjawaban atas kekejaman yang mereka telah dan terus lakukan di Ukraina,” kata Trudeau kepada awak media di London, Inggris, Ahad (18/9/2022).
Trudeau berada di London untuk menghadiri upacara pemakaman Ratu Elizabeth II. Dia sempat melakukan pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri Inggris Liz Truss. Menurut Trudeau, konflik Ukraina menjadi topik pembahasan utama dengan Truss. “Jelas Inggris dan Kanada telah menjadi dua negara terkuat dalam mendukung Ukraina dan melawan tindakan ilegal Rusia,” ujar Trudeau.
Otoritas Ukraina telah menemukan kuburan massal di kota Izium yang berhasil direbut kembali dari kontrol pasukan Rusia. Lebih dari 440 mayat ditemukan dari kuburan tersebut. "Saya dapat mengatakan itu adalah salah satu situs pemakaman terbesar di kota besar di (daerah) yang dibebaskan, 440 mayat dimakamkan di satu tempat. Beberapa meninggal karena tembakan artileri, beberapa meninggal karena serangan udara,” kata kepala penyelidik polisi untuk wilayah Kharkiv, Serhiy Bolvinov, saat diwawancara Sky News, Kamis (15/9/2022).
Kementerian Pertahanan Ukraina juga mengumumkan penemuan kuburan massal tersebut lewat akun Twitter resminya. “Kuburan massal ditemukan di Izium setelah pembebasan dari (pasukan Rusia),” tulisnya.
Sementara itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyamakan penemuan kuburan massal di Izium dengan pembantaian warga sipil di Bucha pada awal agresi Rusia. “Rusia meninggalkan kematian di mana-mana dan harus bertanggung jawab,” ujar Zelensky dalam pidatonya pada Kamis malam waktu setempat.
Rusia telah membantah tudingan yang menyebut pasukannya menargetkan warga sipil dalam peperangan. Moskow pun merasa tidak melakukan kejahatan perang. Konflik Rusia-Ukraina pecah pada 24 Februari lalu. Setelah hampir tujuh bulan berlangsung, kedua negara belum menunjukkan tanda-tanda akan melakukan negosiasi damai atau gencatan senjata.