Rabu 21 Sep 2022 16:32 WIB

Ditolak DPR, RUU Sisdiknas Dinilai Setara Omnimbus Law di Bidang Pendidikan

RUU Sisdiknas ditolak DPR masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2023.

Sejumlah pelajar dan mahasiswa berunjuk rasa menolak RUU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) di depan kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (29/8/2022). Pada Rabu (21/9/2022) DPR resmi menolak RUU Sisdiknas masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2023. (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Henry Purba
Sejumlah pelajar dan mahasiswa berunjuk rasa menolak RUU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) di depan kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (29/8/2022). Pada Rabu (21/9/2022) DPR resmi menolak RUU Sisdiknas masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2023. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Ronggo Astungkoro

Sebanyak enam fraksi di Badan Legislasi (Baleg) DPR menolak revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) tak masuk ke program legislasi nasional (Prolegnas) Prioritas 2023. Salah satunya adalah anggota Baleg Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Zainuddin Maliki.

Baca Juga

Ia menjelaskan, revisi UU Sisdiknas akan mengintegrasikan tiga undang-undang sekaligus, yakni Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Karenanya, revisi yang setara omnibus law tersebut membutuhkan kehati-hatian dari pemerintah.

"Fraksi PAN meminta pemerintah dan DPR menunda RUU Sisdiknas dari daftar Prolegnas 2022 dan 2023. Adapun catatan Fraksi PAN antara lain, draf RUU Sisdiknas setara dengan omnibus law di bidang pendidikan nasional yang akan menggabungkan tiga undang-undang," ujar Zainuddin dalam rapat Baleg penetapan Prolegnas Prioritas 2023.

Banyak substansi penting dalam bidang pendidikan yang sebelumnya diatur, justru belum termuat dalam revisi UU Sisdiknas. Di samping itu, ada sekira 23 undang-undang yang berkaitan dengan pendidikan yang perlu pengintergrasian dan pengharmonisasian dalam revisi undang-undang tersebut.

"Penyusunan draf RUU Sisdiknas dinilai banyak stakeholder pendidikan sebagai tidak transparan, terburu-buru, dan kurang melibatkan partisipasi publik. Sehingga setidak-tidaknya masih banyak mengandung kontroversi, sehingga memerlukan dialog yang lebih terbuka dan intensif," ujar Zainuddin.

Anggota Baleg Fraksi Partai Golkar Christina Aryani juga mengungkapkan, revisi UU Sisdiknas juga akan berkaitan dengan 21 undang-undang lain yang berkaitan dengan pendidikan. Sehingga, pihaknya saat ini menolak revisi undang-undang tersebut tak masuk Prolegnas Prioritas 2023.

"Kami mencatat sekitar 21 undang-undang terkait, maka agar undang-undang ini bisa menjadi undang-undang yang komprehensif, perlu untuk meleburkan semua undang-undang yang berkaitan dengan pendidikan," ujar Christina.

Adapun draf revisi UU Sisdiknas yang ada saat ini baru sebatas melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Sisdiknas yang lama. Belum detail mengatur terkait guru, dosen, dan pendidikan tinggi.

"Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional harus memberikan perbaikan dan perhatian khusus yang signifikan pada pendidikan di daerah 3T, terluar, terdepan, tertinggal. Untuk itu Fraksi Partai Golkar berpendapat diperlukan kehati-hatian dan kajian yang lebih mendalam terhadap RUU tersebut," ujar Christina.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement