Sabtu 24 Sep 2022 10:14 WIB

Kemendagri Tegaskan Kewenangan Plt, Pj, Pjs Kepala Daerah Terkait Kepegawaian Terbatas

Mekanisme mutasi antardaerah dan antarinstansi mensyaratkan persetujuan daerah tugas.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Agus raharjo
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Suhajar Diantoro
Foto: Dok Republika
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Suhajar Diantoro

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menegaskan kewenangan Pelaksana Tugas (Plt), Penjabat (Pj), dan Penjabat Sementara (Pjs) Kepala Daerah dalam mengambil kebijakan terkait kepegawaian terbatas. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendagri Suhajar Diantoro menuturkan, Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 821/5492/SJ hanya memberikan persetujuan kepada Plt, Pj, maupun Pjs kepala daerah secara terbatas.

Mendagri memang menerbitkan SE Nomor 821/5492/SJ. SE ini memuat tentang Persetujuan dalam Aspek Kepegawaian Perangkat Daerah kepada Pelaksana Tugas (Plt), Penjabat (Pj), dan Penjabat Sementara (Pjs) Kepala Daerah (KDH). Hal ini meliputi dua poin yang dijelaskan pada bagian nomor 4 huruf (a) dan (b) yang diatur dalam SE tersebut.

Baca Juga

Pertama, persetujuan untuk melakukan pemberhentian, pemberhentian sementara, dan penjatuhan sanksi bagi ASN yang melanggar disiplin atau tindak lanjut proses hukum sesuai peraturan perundang-undangan. Suhajar menjelaskan alasan proses tersebut menjadi bagian yang disederhanakan.

Menurutnya, penjatuhan sanksi terhadap ASN yang melanggar disiplin atau tersandung masalah hukum merupakan langkah yang harus diambil. Apabila pegawai yang bersangkutan keberatan terhadap persetujuan sanksi yang ditandatangani, maka tetap dapat mengajukan banding ke pihak kepegawaian sesuai peraturan.

"Lalu orang mengatakan kan harus izin? Itukan surat izin, itulah surat izinnya, maka kami mendelegasikan kewenangan itu, maka surat yang kami kirim itu adalah pemberian izin," kata Suhajar dikutip dari siaran pers Kemendagri, Sabtu (24/9/2022).

Dia menegaskan, pemberhentian sementara ASN yang ditahan karena menjadi tersangka tindak pidana diatur dalam Pasal 88 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN. Kebijakan tersebut juga diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS).

"Kalau sudah menjadi tersangka, sudah perintah pengadilan, menurut kami izin yang kami tanda tangani itu hanya administrasi tambahan, toh wajib juga ditandatangani oleh Pj. Inilah yang menurut kami berdasarkan Surat Edaran ini memberikan izin kepada Pj untuk menandatangani dokumen kepegawaian tersebut," katanya.

Kemudian, persetujuan kedua yang diatur dalam SE, yakni menyangkut penandatanganan persetujuan mutasi pegawai antardaerah dan antarinstansi pemerintahan, sesuai ketentuan dan persyaratan yang diatur dalam peraturan perundang-udangan. Dia menegaskan, persetujuan mutasi tersebut bukan merupakan Surat Keputusan (SK) mutasi.

Suhajar menjelaskan alasan diberikannya persetujuan karena mekanisme mutasi antardaerah dan antarinstansi itu mensyaratkan adanya persetujuan pindah dari daerah tugas sebelumnya maupun daerah penerima atau yang dituju. Karena itu, ketentuan Pasal 73 ayat (4) UU tentang ASN tetap berlaku. Artinya, mutasi PNS antarkabupaten/kota maupun provinsi dan antarprovinsi ditetapkan Mendagri setelah memperoleh pertimbangan Kepala BKN.

"Itu tetap, jadi yang dikasih kewenangan apa? Ya itu surat persetujuannya saja," ujarnya.

Di lain sisi, meski diberikan persetujuan tertulis terkait dua kebijakan tersebut, Plt, Pj, maupun Pjs kepala daerah tetap harus melaporkannya kepada Mendagri paling lambat tujuh hari setelah langkah itu diambil. Dia juga menjelaskan, terbitnya SE Nomor 821/5492/SJ tersebut untuk merespons banyaknya Pj kepala daerah, baik gubernur maupun bupati/wali kota yang telah dilantik.

Pasalnya, mereka memiliki kewenangan terbatas, termasuk dalam menyetujui pemberian sanksi kepada Aparatur Sipil Negara (ASN) yang melanggar hukum dan menandatangani persetujuan mutasi pegawai antardaerah. Keterbatasan itu, mengharuskan Pj kepala daerah mengajukan izin kepada Mendagri dalam mengambil kebijakan tersebut. Akibatnya, berkas pengajuan izin dari Pj kepala daerah menumpuk di Kemendagri.

Karena itu, untuk mempercepat proses pelayanan dan mengefisiensikan penyelenggaraan pemerintahan, Kemendagri menyederhanakan proses tahapan yang memerlukan persetujuan Mendagri. Penyederhanaan itu dilakukan dengan lebih dulu melakukan pendataan terhadap tahapan yang dinilai dapat diringkas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement