REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu ulama dan cendikiawan Islam paling berpengaruh Yusuf al-Qaradawi di Doha pada usia 96 tahun. Middle East Eye melaporkan kabar duka ini pertama kali diumumkan Persatuan Ulama Muslim Internasional (IUMS) yang diketuai Qaradawi.
Qaradawi merupakan cendekiawan Islam paling berpengaruh di zaman modern tapi tidak jarang menimbulkan kontroversi. Ia salah satu dari sedikit ulama yang mengungkapkan dukungannya pada gejolak politik Arab Spring di Mesir dan seluruh jazirah Arab.
Qaradawi lahir pada 9 September 1920 di Desa Saft Turab, Kegubernuran Al Gharbiyah, Mesir. Ia belajar di Universitas al-Azhar di Kairo yang merupakan lembaga pendidik tinggi agama Islam paling terkemuka di dunia.
Ia menyelesaikan gelar sarjana dan pasca-sarjananya di sana, ia mendapatkan gelar doktor tahun 1973. Ia fokus pada pajak zakat dan dampak sosialnya.
Qaradawi yang lahir saat Mesir masih dijajah Inggris tumbuh menjadi aktivis anti-kolonial. Ia berulang kali ditahan pemerintah kolonial. Ia kemudian mendukung Ikhwanul Muslimin, kelompok Islam yang didirikan tahun 1928.
Qaradawi yang hafal al-Quran sejak 10 tahun menolak konsep takfir yang digunakan ISIS sebagai pembenaran membunuh muslim yang tidak sepakat dengan mereka. Ia menyebutnya salah satu fenomena paling berbahaya pada Islam awal agama ini terbentuk.
Ia juga menolak ideologi ultra-radikal ISIS dan mengatakan sangat tidak sepakat dengan kelompok itu. Ketika ISIS membakar hidup-hidup seorang pilot Yordania tahun 2015 lalu organisasinya IUMS mengatakan ISIS tidak mencerminkan Islam.
Qaradawi salah satu dari sejumlah orang yang berulang kali dipenjara karena memiliki koneksi dengan kelompok itu. Baik di masa pemerintahan Raja Farouk tahun 1940-an dan pemerintahan Presiden Gamal Abdel Nasser tahun 1950-an.
Qaradawi akhirnya pindah ke Qatar tahun 1961 dan ditunjuk sebagai Dekan Fakultas Syariah yang baru didirikan di Qatar University. Pemerintahan Qatar memberinya kewarganegaraan tahun 1968.
Ia juga kerap menjadi bintang tamu dan narasumber untuk jaringan media Al-Jazirah. Qaradawi juga sering tampil di program-program religi seperti Sharia and Life yang ditonton jutaan orang di seluruh dunia.
Ulama itu sempat pulang sebentar ke Mesir tahun 2011 setelah revolusi pro-demokrasi yang memaksa Presiden Hosni Mubarak turun. Pada 18 Februari tahun itu setelah Mubarak turun Qaradawi mengimami sholat Jumat di Tahrir Square, pusat unjuk rasa pro-demokrasi.
Dalam khotbahnya ia menyinggung bagaimana muslim dan umat Kristiani bersatu dalam unjuk rasa. Kemunculannya setelah berpuluh-puluhan tahun diasingkan menjadi simbol kebebasan yang berhasil dicapai lewat revolusi di Mesir.
Ikhwanul Muslimin sempat merasakan kekuasaan sampai Mohamed Morsi ia dijatuhkan pada Juni 2012. Menteri Pertahanan Abdel Fattah el-Sisi melakukan kudeta militer dan menjadi presiden sejak 2014.
Setelah Kudeta, Sisi menangkap dan menjebloskan pemimpin-pemimpin Ikhwanul Muslim ke penjara, termasuk Morsi. Ia juga menghukum mati dan penjara seumur hidup puluhan anggota Ikhwanul Muslimin. Pada 2015 lalu dalam pengadilan in absentia, Qaradawi dihukum mati dalam dakwaan yang berhubungan dengan pembobolan penjara 2011.
Walaupun memiliki pengaruh intelektual dan kerap mendukung Ikhwanul Muslimin. Tapi Qaradawi selalu menolak disebut anggota kelompok itu dan menolak jabatan tinggi di sana.
Dukungan Qaradawi pada Arab Spring dan oposisinya pada Sisi dianggap salah satu alasan utama memburuknya hubungan Doha dengan sejumlah negara Arab yang mendorong boikot Qatar selama empat tahun pada 2017 lalu.
Organisasinya IUMS masuk dalam daftar teroris di Mesir, Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Bahrain. Sejak pertemuan di al-Ular tahun lalu IUMS bukan lagi kelompok teroris.
Pada 30 juni 2017 lalu putrinya Ola ditahan di Mesir tidak lama setelah blokade ekonomi Qatar dimulai. Ia dibebaskan empat tahun kemudian walaupun suaminya Hossam Khalaf masih dipenjara.
Pasangan itu dituduh memiliki koneksi dengan Ikhwanul Muslimin yang Mesir larang dan tetapkan sebagai "organisasi teroris" setelah kudeta Sisi tahun 2013 lalu. Ola al-Qarawadi membantah tuduhan itu dan menyebut penangkapannya bermotif politik.