Kamis 29 Sep 2022 14:40 WIB

Jadi Beban APBN, BPH Migas Usul Tiga Proyek Pengganti LPG

Pemanfaatan DME sangat mungkin dimanfaatkan untuk menggantikan LPG.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
Pekerja memindahkan tabung gas elpiji non subsidi ukuran 12 kilogram di sebuah gudang agen elpiji di Malang, Jawa Timur (ilustrasi).
Foto: ANTARA/Ari Bowo Sucipto
Pekerja memindahkan tabung gas elpiji non subsidi ukuran 12 kilogram di sebuah gudang agen elpiji di Malang, Jawa Timur (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Subsidi LPG di APBN tiap tahun terus merangkak naik. Ditengah kondisi krisis ekonomi dunia dan krisis energi, Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas) menilai perlu adanya energi pengganti dari LPG.

Anggota Komite BPH Migas, Yapit Saptaputra menilai salah satu penyebab subsidi LPG makin membengkak karena pola distribusinya masih terbuka dan banyak menyasar kepada kalangan yang tidak berhak. Diperlukan upaya-upaya yang berkelanjutan dalam hal mencari sumber energi untuk masyarakat dengan mengandalkan energi domestik.

Baca Juga

"Maka diperlukan usaha progresif untuk menyediakan energi substitusi bagi masyarakat sesegera mungkin," ujar Yapit, Kamis (29/9/2022).

Kata dia, ada berbagai pilihan energi subsitusinya bisa berupa gasifikasi batubara menjadi Dimethyl Ether (DME) sebagai program hilirisasi batubara, Kompor Induksi yang diinisiasi oleh PLN maupun Jaringan Gas Rumah Tangga (Jargas).

Pertama, Pemanfaatan DME sangat mungkin dimanfaatkan untuk menggantikan LPG. Hal tersebut dikarenakan DME memiliki sifat-sifat dasar yang tidak terlalu berbeda dengan LPG dan merubah spesifikasi teknik tabung LPG.

Sebagai pioneer proyek gasifikasi terletak di Kawasan Industri Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan yang dikerjakan bersama antara PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Pertamina (Persero) dan Air Products & Chemicals Inc (APCI), perusahaan petrokimia asal Amerika Serikat. Namun target produksinya sendiri masih cukup lama yakni tahun 2028.

Program lain adalah program kompor induksi yang sejak awal tahun gencar dilakukan oleh PT PLN (Persero) dikarenakan adanya kondisi _over supply_ listrik. Diperkirakan sekitar 15 juta penambahan rumah tangga akan menggunakan kompor induksi.

Menurut Yapit, jika dikaitkan dengan upaya-upaya menekan subsidi LPG, agar sejalan dengan transisi energi, maka peningkatan gas bumi domestik khususnya untuk sektor rumah tangga harus ditingkatkan. Jaringan Gas Kota untuk sektor rumah tangga menjadi hal urgent yang harus dilakukan oleh Pemerintah.

"Ini merupakan langkah terbaik yang bisa dilakukan oleh Pemerintah adalah mengoptimalkan penggunaan gas bumi untuk rumah tangga sebagai produk subsitusi LPG kepada masyarakat. Pola distribusinya juga diarahkan kepada rumah tangga, bukan perorangan. Upaya kontrolnya akan lebih terkelola lebih baik," ujar Yapit.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement