Senin 03 Oct 2022 16:03 WIB

Buwas Sebut Produsen Swasta Mulai Kuasai dan Kendalikan Harga Beras

Buwas menyebut karena tidak terkontrol, produsen swasta mulai merusak harga pasar

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso. Budi Waseso, mengungkapkan, tren kenaikan harga beras yang terjadi saat ini tak hanya soal masalah gangguan produksi. Namun, akibat adanya produsen-produsen swasta yang mulai menguasai pasar dan mengendalikan harga.
Foto: ANTARA/Galih Pradipta
Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso. Budi Waseso, mengungkapkan, tren kenaikan harga beras yang terjadi saat ini tak hanya soal masalah gangguan produksi. Namun, akibat adanya produsen-produsen swasta yang mulai menguasai pasar dan mengendalikan harga.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso, mengungkapkan, tren kenaikan harga beras yang terjadi saat ini tak hanya soal masalah gangguan produksi. Namun, akibat adanya produsen-produsen swasta yang mulai menguasai pasar dan mengendalikan harga.

"Selain produksi agak terganggu karena cuaca, dengan berkembangnya swasta-swasta yang memproduksi beras berteknologi tinggi, mereka kuasai harga sampai hari ini dan tidak ada pengendalian buat mereka, mereka merusak harga," kata Budi di Pasar Induk Beras Cipinang, Senin (3/10/2022).

Budi menyebut para produsen swasta tersebut secara bebas menaikkan harga beras di wilayah-wilayah sentra produksi. Namun, pasokan gabah yang dibeli dari petani tidak serta merta dinaikkan sehingga merugikan petani.

Selain itu, ia menuturkan, Bulog juga harus berebut alat angkutan dengan perusahaan swasta. Ia pun mengakui Bulog kalah bersaing dengan swasta mulai dari hal penyerapan gabah hingga persoalan alat angkutan.

Salah satunya, kata Budi, karena harga pembelian gabah yang digunakan Bulog untuk membeli gabah dan beras pun dibatasi oleh pemerintah.

"Kita bersaing dengan swasta yang memproduksi beras. Dia yang menaikkan harga. Mereka sangat bebas sedangkan negara (Bulog) dibatasi," katanya.

Karena itu, pihaknya pun meminta agar Satgas Pangan mengawasi perusahaan-perusahaan swasta yang kini ikut memproduksi beras. Menurut Budi, semua produsen beras harus mendapat pengaturan agar tidak mempermainkan harga sepihak yang nantinya dapat merugikan masyarakat.

Sementara itu, Badan Pangan Nasional (NFA) meminta agar Perum Bulog segera menambah pasokan cadangan beras pemerintah (CBP) yang dikelola. Pasalnya, pasokan CBP yang tersedia di gudang hanya sekitar 800 ribu ton.

"Minimal itu 1,2 juta ton sampai 1,5 juta ton. Ya harus ditambah. Harus ditambah. Pokoknya sampai akhir tahun," kata Kepala NFA, Arief Prasetyo Adi.

Arief mengatakan, pemerintah telah memberikan fleksibilitas harga beli gabah atau beras petani lebih tinggi. Hal itu agar Bulog dapat menyerap lebih banyak produksi petani dan mampu bersaing dengan para produsen beras swasta.

Harga acuan gabah kering panen (GKP) di petani oleh Bulog diatur sebesar Rp 4.450 per kg dari harga normal Rp 4.200 per kg. Selain itu, harga gabah kering giling (GKG) di penggilingan menjadi Rp 5.550 per kg dari Rp 5.250 per kg.

Pemerintah juga menaikkan harga acuan GKP di gudang Bulog menjadi Rp 5.650 per kg dari Rp 5.300 per kg dan beras di gudang Bulog Rp 8.800 per kg dari sebelumnya Rp 8.300 per kg. Fleksibilitas harga itu berlaku hingga 30 November 2022.

Badan Pangan juga meminta kepada Bulog untuk terus melakukan operasi pasar beras medium. Tercatat, selama September Bulog telah menggelontorkan beras hingga 200 ribu ton dari biasanya hanya 30 ribu-40 ribu ton.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement