REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA – Tragedi Kanjuruhan masih menyisakan haru. Sampai saat ini, total korban jiwa yang diakibatkan peristiwa kelam itu sebanyak 131 orang terdiri dari 44 korban yang tercatat di RS pemerintah, 75 di RS swasta dan 12 di luar faskes.
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir, mengatakan Muhammadiyah sejak awal meminta investigasi dilakukan. Secara obyektif, terbuka, transparan terhadap hasil dan jangan sampai ada usaha untuk menutupi apapun.
Sebab, dia mengingatkan, publik baik di Indonesia maupun dunia, memerlukan itu. Haedar berpendapat, lebih baik kita salah dan mengakui ada kesalahan-kesalahan daripada tragedi besar yang menyebabkan banyak nyawa melayang ini kita tutupi.
"Karena, dengan kita belajar jujur, terbuka, obyektif, transparan, itu kita belajar untuk tidak mengulangi ke depannya," kata Haedar, Kamis (6/10/2022).
Setelah ini, dia mengingatkan, dunia sepakbola di Indonesia perlu diregulasi dengan baik, tidak sekadar menjadi sebuah industri. Apalagi, Haedar meyakini, negara-negara maju sekalipun, walau jadi industri hebat regulasi begitu rupa.
Bahkan, Haedar menerangkan, sampai seorang penonton baru boleh membawa masuk minuman ke stadion saat sudah dilepas tutup tempat minum yang dibawa tersebut.
Artinya, regulasi yang mereka terapkan sudah diatur sampai sebegitu detailnya. "Masih ada rasisme, tapi hukuman terhadap rasisme tinggi," ujar Haedar.
Kedua, sistem kehidupan kita secara keseluruhan perlu diperbaiki. Apalagi, ia melihat, Indonesia untuk pengamanan memang masih sangat kurang. Misal, tempat bermain anak masih banyak yang besinya berkarat, patah, tajam dan lain-lain.
Selain itu, masyarakat ataupun pemangku-pemangku kepentingan terkait yang melihat itu masih abai, walaupun menyadari itu akan digunakan anak-anak. Jadi, kita harus mulai perbaiki infrastruktur yang menyangkut ke keselamatan warga negara.
Terkait tragedi ini, publik banyak memperbincangkan posisi Ketua Umum Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI), Mochamad Iriawan, yang tidak sedikit pula diminta untuk mundur. Menurut Haedar, terkait itu cuma ditentukan hati nurani.
"Itu nurani yang paling menentukan, tapi poin pentingnya adalah tanggung jawab," kata Haedar. (Wahyu Suryana)