REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Presidensi G20 Indonesia 2022 yang diselenggarakan di Indonesia akan mencapai puncaknya. Pada 15 hingga 16 November 2022 mendatang, pertemuan KTT G20 akan digelar.
Mantan napi teroris, Haris Amir Falah, berbicara terkait potensi gangguan terorisme saat puncak Presidensi G20 di Bali.
Dia memandang bahwa saat ini situasi di Indonesia terutama di Bali sudah kondusif untuk menyelenggarakan acara-acara tingkat internasional, sebab menurutnya, para eks teroris yang terlibat dalam tragedi Bom Bali kini sudah bertobat dan kembali ke NKRI.
"Pernah ada tragedi ya di Bali, tapi awal 2022 ini sudah sangat kondusif, terbukti dari para mantan teroris yang pernah melakukan aksi di Bom Bali rata-rata yang masih hidup itu menyadari kesalahannya," ungkap Haris saat diskusi virtual dengan tajuk 'Indonesia Siap Amankan Presidensi G20', yang digelar Trijaya FM, Sabtu (8/10/2022).
"Kita lihat Mas Ali Imron kini turut menjaga keamanan di negeri ini meskipun beliau belum bebas, Mas Umar Patek juga dari dalam tahanan sudah memberikan seruan masyarakat di Indonesia agar menjadi tuan rumah yang baik untuk mensukseskan G20," ujarnya.
Haris pun menjabarkan sederet kegiatan yang telah dilakukan ribuan eks teroris dari berbagai wilayah di Indonesia.
Terakhir, pada 13 Agustus 2022 lalu, para eks teroris berkumpul untuk mengadakan kegiatan jambore di Sentul, Kota Bogor, Jabar untuk membahas kedamaian di Indonesia.
"Kami berkumpul di Sentul melakukan jambore dari Jateng, Jatim, Jabar dan Jabodetabek. Kami buat Jambore Pejuang Damai, ini tekad bagi kami yang pernah berbuat kesalahan tapi ingin menebusnya dengan menciptakan kedamaian di negeri ini," tuturnya.
Sementara itu, Haris menyebut, tahun ini sudah ada ribuan eks anggota kelompok radikal berikrar menyatakan kembali patuh pada konstitusi dan NKRI. Di antaranya 1300 eks kelompok radikal Negara Islam Indonesia di Sumatra Barat dan 300 orang lainnya dari kelompok JI dan JAD.
"Saya punya data satu tahun terakhir itu, mereka berbondong-bodong kembali dan punya tekad yang sama dengan kita. Kami optimis betul bahwa insya Allah tidak ada kelompok-kelompok yang ingin mengganggu," ujarnya.
"Kalau ada gangguan, kami merasa tercoreng juga, bukan hanya wajah kami, eks napi, melainkan wajah Islam dan penduduk negeri ini," kata dia.