Rabu 12 Oct 2022 13:37 WIB

Agenda Mendesak untuk Reformasi Hukum yang Buram

Reformasi hukum sudah sangat mendesak.

Warga melintas di depan mural yang bertuliskan Jadikan Koruptor Pahlawan (ilustrasi).. Foto: Republika/Abdan Syakura
Foto:

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Dr. Ari Yusuf Amir, SH, MH, Praktisi Hukum

Presiden Joko Widodo telah memberikan perintah khusus pada Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) untuk melakukan reformasi hukum. Perintah khusus dari presiden itu dikeluarkan setelah beberapa aparatur sipil negara (ASN) Mahkamah Agung menjadi tersangka korupsi oleh KPK. Lemahnya penegakan hukum, menurut Mahfud MD, justru sering terjadi di Mahkamah Agung yang menjadi benteng terakhir hukum di Indonesia. Namun sayangnya, pemerintah sebagai pemegang kekuasaan eksekutif tidak dapat ikut campur ke Mahkamah Agung (yudikatif), dan posisi hakim menurut konstitusi bersifat merdeka dan tidak dapat diintervensi.

Perintah Presiden pada Menkopolhukam dapat dilihat sebagai upaya serius pemerintah di bidang penegakan hukum (law enforcement). Mengingat setidaknya sejak pertengahan tahun 2022 ada berbagai peristiwa hukum yang menyita perhatian publik, antara lain pembebasan bersyarat 23 koruptor (September 2022), kasus pembunuhan Brigadir Joshua, dan terakhir terseretnya hakim agung dan pegawai Mahkamah Agung dalam operasi tangkap tangan KPK. 

Di sisi lain, sering kali ada ‘kecurigaan’ publik pada aparatur penegak hukum atas kasus-kasus yang menyangkut pejabat publik maupun politisi. Pemanggilan KPK pada Gubernur DKI Anies Baswedan yang juga Capres potensial 2024 dicurigai bermuatan politis. Terakhir keseriusan pemerintah hingga presiden Jokowi ikut angkat suara atas kasus dugaan korupsi Gubernur Papua, Lukas Enembe yang berasal dari Partai Demokrat. Kasus itu dibandingkan dengan kasus-kasus yang melibatkan politisi dari partai yang berkuasa seperti Juliari, dan Harun Masiku yang hingga kini masih buron.

Dari deretan kasus-kasus hukum di Indonesia, menggambarkan problem penegakan hukum di Indonesia terjadi di berbagai lini hukum, baik pada sistem peradilan, intervensi, kekuasaan, inkonsistensi penegakkan hukum, hingga pada perlindungan hukum. Dari berbagai problem tersebut, masyarakat merasakan adanya ketidakpastian atau tebang pilih penegakan hukum oleh aparat penegakan hukum, seperti pada kasus-kasus dugaan pelanggaran ITE yang dilakukan oleh para buzzer pendukung pemerintah dibandingkan para pengkritik pemerintah, berlarut-larutnya proses penanganan perkara seperti terlihat dalam kasus Brigadir Joshuatidak transparannya proses hukumdan yang tidak kalah pentingnya adalah transparansi proses hukum sehingga terkadang masyarakat tidak tahu apakah suatu kasus masih berlanjut atau sudah dihentikanProblem-problem hukum tersebut menyisakan pertanyaan publik tentang wibawa hukum di Indonesia, dampaknya muncul ketidakpercayaan pada aparat penegak hukum dan hukum itu sendiri. 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement