Sabtu 15 Oct 2022 13:30 WIB

Dikta Wicaksono Comeback dengan Merilis Album 'EP Sendiri'

Album ini berisi enam lagu yang merupakan cerminan kecintaannya pada musik.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Friska Yolandha
Pradikta Wicaksono
Foto: Instagram
Pradikta Wicaksono

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dikta Wicaksono telah mantap membuka lembaran baru karirnya pasca hengkang dari Yovie & the Nuno. Sebagai solois, Dikta merilis album 'EP sendiri' pada Jumat (14/10). 'EP Sendiri' yang merupakan sebuah perkenalan ulang, secara garis besar menjelaskan siapa dirinya dan bagaimana ia dibentuk lewat serangkaian proses bermusik.

"Saya besar di musik. Dari kecil, lingkungannya sudah musik. Besar dan tumbuh di kalangan musisi membuat kebutuhan akan hal itu begitu besar. Dan akhirnya, nggak punya alasan untuk berhenti main musik, karena memang nggak perlu juga. Saya bisa bilang, passion saya ada di musik," kata Dikta seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Sabtu (15/10/2022).

Baca Juga

Latar belakang itu, plus pengalaman belasan tahun naik-turun panggung bersama Yovie & the Nuno, menjadikannya seorang musisi atau penyanyi yang tahu persis apa yang ingin dikejar.

"Ketika memulainya lagi, tentu sempat berpikir juga, ‘Harus mulai dari mana ya?’ Akhirnya bikin lagu, mulai direkam, mikirin siapa saja yang bakalan diajak untuk mengisi instrumen di masing-masing lagu. Lagu-lagu ini mau dibawa ke mana dan juga merancang karir solo saya akan seperti apa nanti. Semuanya dipikirin dan prosesnya lumayan makan waktu juga,” lanjut dia.

Hasil pertama dari proses karir solo ini adalah 'EP Sendiri' yang berisi enam buah lagu yang semuanya merupakan cerminan kecintaannya pada musik. Single pertama dari rekaman ini adalah Harusnya Bersama. Selain itu, yang juga spesial, Dikta Wicaksono juga memasukkan lagu Gagal di Sekolah yang merupakan karya milik almarhum ayahnya. 

"Dulu ia tergabung dalam sebuah band bernama Rasela, di periode sekitar awal 70-an,” jelas Dikta.

Keenam lagu yang ada di 'EP Sendiri', merupakan comotan peristiwa yang datang satu demi satu dan dilandasi beragam latar belakang cerita. Tidak ada tema khusus yang menjahitnya, kecuali keyakinan bahwa musik itu memang perlu untuk dirasakan keberagamannya. 

“Musik itu universal, untuk semua orang. Makanya, saya juga menulis apa yang mau ditulis. Nggak mikirin macem-macem, ‘Apakah ini cocok untuk si A, si B.’ Pokoknya, yang mau ditulis, ya tulis saja. Sekarang saya bermusik sesuai dengan apa yang disuka. Kalau bermusiknya dipaksakan, nggak akan enjoy,” lanjutnya lagi.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement