Senin 17 Oct 2022 18:16 WIB

Dewan Seni Selandia Baru Tolak Pendanaan Program Shakespeare

Program Shakespeare dinilai gagal tunjukkan relevansinya dengan seni kontemporer

Rep: Dwina Agustin/ Red: Esthi Maharani
William Shakespeare
Foto: Guardian
William Shakespeare

REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON -- Apakah Shakespeare masih relevan bagi siswa saat ini? Dewan seni Selandia Baru tampaknya ragu-ragu setelah mengakhiri pendanaan untuk program sekolah populer Shakespeare, dengan alasan gagal menunjukkan relevansinya dengan konteks seni kontemporer dan mengandalkan genre kanon imperialisme.

Tapi banyak yang mempermasalahkan keputusan Creative New Zealand, termasuk Perdana Menteri Jacinda Ardern. "Saya adalah peserta Shakespeare in Schools. Saya pikir itu adalah program yang hebat,” kata lulusan dari International Thespian Society.

Ardern mengatakan, siswa yang tertarik pada drama dan debat memiliki kesempatan terbatas untuk berinteraksi dengan teman sebaya dari sekolah lain. "Saya adalah salah satu dari anak-anak itu. Jadi saya ingin terus melihat anak-anak lain memiliki kesempatan itu,” katanya.

Menurut Ardern, keputusan pendanaan bukan terserah padanya atau bahkan pemerintah. Creative New Zealand didanai oleh pembayar pajak tetapi dijalankan secara independen.

Program sekolah, lokakarya, dan festival telah dijalankan selama sekitar 30 tahun oleh Shakespeare Globe Centre Selandia Baru. Siswa dapat berakting, langsung membuat kostum atau membuat soundtrack.

Seringkali lakon-lakon tersebut berlatar zaman kontemporer atau memiliki pandangan yang berbeda dengan naskah asli yang ditulis oleh William Shakespeare lebih dari 400 tahun yang lalu. Pusat tersebut telah menerima sekitar 30 ribu dolar Selandia Baru setiap tahun dari dewan seni atau sekitar 10 persen dari keseluruhan anggarannya.

Kepala Eksekutif Shakespeare Globe Centre Selandia Baru Dawn Sanders mengatakan, penolakan terjadi  awal bulan lalu dan tetap berlaku setelah pertemuan krisis pekan lalu. "Saya terkesima dan jijik," katanya.

Sanders mengatakan, lebih dari 120 ribu siswa telah terlibat dalam festival dan program selama bertahun-tahun dan banyak yang menjadi profesional di teater atau film. Sedangkan peserta yang lain telah menggunakan keterampilan akting mereka dalam pekerjaannya, misalnya pengacara yang lebih mampu memperdebatkan kasus atau dokter yang mengembangkan cara penyampaian yang lebih menarik.

Creative New Zealand tidak segera menanggapi permintaan komentar. Namun dalam catatan penolakan setebal 11 halaman, seorang penilai dewan seni mengatakan, pusat tersebut telah membuktikan nilai berkelanjutan dari model kompetisi Shakespeare regional dan nasional, dengan sekitar 4.600 anak muda berpartisipasi dalam 24 festival regional setiap tahun.

"Aplikasi ini membuat saya merenungkan relevansi Shakespeare yang sedang berlangsung, dan mempertanyakan apakah fokus tunggal pada penulis naskah Elizabethan paling relevan untuk dekolonisasi Aotearoa pada 2020-an dan seterusnya,” ujar penilai menggunakan nama Pribumi untuk Selandia Baru.

Sebuah panel menyimpulkan bahwa pusat Shakespeare tampaknya cukup paternalistik dan proposal pendanaannya tidak menunjukkan relevansinya dengan konteks seni kontemporer. Namun, Sanders mengatakan, akan mencoba mencari pendanaan alternatif dan berjanji pertunjukan akan terus berlanjut.  Sejak perselisihan itu terbuka ke publik, Sanders mengatakan, orang-orang telah menyumbangkan ribuan dolar melalui situs sumbangan secara daring.

sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement