Rabu 26 Oct 2022 13:28 WIB

Menteri PPPA Ungkap 775 Laporan Kekerasan Perempuan dan Anak di NTT  

Peran semua pihak sangat diperlukan cegah kekerasan perempuan dan anak di NTT

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi kekerasan terhadap perempuan. Peran semua pihak sangat diperlukan cegah kekerasan perempuan dan anak di NTT
Foto: Pixabay
Ilustrasi kekerasan terhadap perempuan. Peran semua pihak sangat diperlukan cegah kekerasan perempuan dan anak di NTT

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, mengungkapkan laporan kekerasan perempuan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sepanjang 2021 mencapai 399 kasus. Lalu ada 376 pelaporan untuk kasus kekerasan terhadap anak dalam periode yang sama.  

"Banyaknya kasus yang terlaporkan dan terungkap, membuat kita selaku pemerintah juga harus bisa memastikan bahwa kualitas sistem pelaporan dan layanan kekerasan bisa mengakomodasi kebutuhan masyarakat yang sudah berani melapor," kata Bintang dalam keterangannya pada Rabu (26/10/2022). 

Baca Juga

Oleh karena itu, Bintang mendorong sinergi pemangku kepentingan dalam memberikan perlindungan bagi perempuan dan anak korban kekerasan. 

Adapun pemangku kepentingan yang dimaksud diantaranya Aparat Penegak Hukum (APH), tokoh agama, tokoh masyarakat, organisasi masyarakat, Forum Anak, serta Pemerintah Daerah dari empat Kabupaten di Daratan Sumba, yakni Sumba Timur, Sumba Barat, Sumba Tengah, dan Sumba Barat Daya. 

"Penyelesaian permasalahan kekerasan perempuan dan anak sangat kompleks dan membutuhkan sinergi yang kuat dari lintas pemangku kepentingan," ujar Bintang.  

Bintang juga turut mengajak para pemangku kepentingan khususnya dinas pengampu urusan perempuan dan anak agar dapat melaporkan kasus kekerasan ke Simfoni PPPA. 

Melalui pelaporan tersebut, akan digunakan sebagai dasar pemberian Dana Alokasi Non Fisik (DAK Non Fisik) bagi kabupaten terkait. 

"Kami mendorong APH untuk menjadikan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagai payung hukum dalam penanganan kekerasan perempuan dan anak," ucap Bintang.  

Sementara itu, Bupati Sumba Barat Daya, Kornelius Kodi Mete, menyampaikan pentingnya menyelesaikan permasalahan perempuan di wilayahnya, mengingat populasi perempuan yang ada lebih banyak dibandingkan laki-laki. 

Oleh karenanya dengan mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan perempuan diharapkan mampu memberikan efek berganda yang juga akan berimbas kepada kesehatan dan masa depan anak. 

Perwakilan Dinas Pengendalian Penduduk Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP5A) Kabupaten Sumba Barat, Elin, menyampaikan upaya yang telah dilakukan Dinas melalui ditetapkannya prosedur penanganan kekerasan.

Adapun dalam prosedur tersebut kerjasama telah dilakukan oleh Dinas Sosial, LSM, rumah sakit dan psikoloh mulai dari proses pelaporan hingga penanganan korban 

Sementara itu, Pendeta dari Sumba Timur, Aprianus Meta Djangga Uma, menyampaikan bahwa permasalahan perempuan dan anak adalah permasalahan yang tidak dapat dijalankan setengah-setengah, melainkan harus diselesaikan secara bersama.

Pendeta Aprianus menyampaikan upaya Sumba Timur dalam menangani kasus kekerasan dengan diresmikannya rumah aman. 

Lebih lanjut, pada 18 Oktober 2022, Sinode Gereja Kristen Sumba (Sinode GKS) telah mendeklarasikan sebagai Gereja Rumah Anak yang diharapkan dapat menjadi contoh bagi rumah ibadah di daratan Sumba lainnya.  

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement