REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA --Puluhan kepala keluarga (KK) warga di Desa Parakanhonje, Kecamatan Bantarkalong, Kabupaten Tasikmalaya, masih menanti kejelasan tempat tinggal mereka. Hasil kajian terhadap bencana alam pergerakan tanah yang terjadi pada akhir September 2022 disebut masih belum jelas.
Kepala Desa Parakanhonje, Abdulloh, mengatakan, pihaknya masih belum menerima hasil kajian dan rekomendasi dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) terkait pergerakan tanah yang terjadi di wilayah desanya. Menurut dia, warga masih waswas terjadi pergerakan tanah susulan."Kemarin hujan lagi, ada pergerakan lagi. Warga was was karena dari badsn Geologi belum ada keputusan," kata dia kepada Republika, Senin (31/10/2022).
Ia mengungkapkan, beberapa hari ke belakang terjadi hujan dengan intensitas tinggi di wilayah Desa Parakanhonje. Setelah hujan itu, menurut dia, diduga terjadi pergerakan tanah susulan. "Pintu-pintu, jendela rumah, tidak bisa ditutup. Itu kan berarti ada pergerakan tanah," kata dia.
Karena itu, Abdulloh meminta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tasikmalaya dapat segera membuat keputusan. Sebab, warga terus waswas tinggal di daerah rawan bencana itu.
Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tasikmalaya, Irwan, mengatakan, pihaknya telah menerima rekomendasi dari PVMBG terkait pergerakan tanah di Desa Parakanhonje. Dalam surat itu, PVMBG memberikan sejumlah rekomendasi kepada pemerintah daerah terkait penanganan yang harus dilakukan di wilayah itu. "Itu sudah ada rekomendasi sejak Jumat (28/10/2022). Namun saya belum tahu sudah disampaikan ke desa atau belum," ujar dia.
Berdasarkan salinan laporan pemeriksaan gerakan tanah yang diterima Republika, PVMBG memberikan rekomendasi bahwa kawasan gerakan tanah diprioritaskan untuk tidak ditempati karena berpeluang terjadi pergerakan/amblesan kembali. Masyarakat diminta meningkatkan kewaspadaan tinggi untuk menempati area itu, terutama pada saat dan setelah turun hujan lebat.
Untuk memperlambat air ke tanah dan mengantisipasi terjadinya perkembangan pergerakan tanah agar dilakukan, pertama harus dilakukan penutupan retakan/amblasan dengan tanah lempung atau material kedap air dan dipadatkan. Kedua, penataan drainase harus dikendalikan dengan saluran yang kedap air atau pemipaan, diarahkan menjauhi area gerakan tanah. Ketiga, rumah yang rusak terkena retakan pada kontruksi bangunannya agar tidak ditempati kembali. Namun, apabila masih difungsikan disarankan menggunakan konstruksi yang ringan dan melakukan penataan lereng dan drainase.
PVMBG juga merekomendasikan petugas terkait memasang rambu atau tanda peringatan dan pembatas di sekitar badan jalan yang amblas dan tertimbun, sehingga warga yang melintas dapat lebih waspada. Masyarakat sekitar juga diminta memelihara dan mempertahankan tanaman keras berakar kuat dan dalam yang dapat berfungsi menahan lereng.
Sementara itu, BPBD dan aparat pemerintah setempat agar meningkatkan pemantauan pergerakan tanah dan sosialisasi kepada masyarakat untuk lebih mengenal karakteristik batuan gamping di daerahnya. Selain itu, masyarakat harus diedukasi agar memahami gerakan tanah serta gejala yang mengawalinya sebagai upaya mitigasi bencana akibat gerakan tanah. Masyarakat juga diimbau untuk selalu mengikuti arahan dari pemerintah daerah atau BPBD.
Irwan mengatakan, dalam rekomendasi itu disebutkan secara tersirat bahwa warga mesti direlokasi. Namun, pihaknya tak bisa menentukannya. "Bagusnya memang direlokasi, karena berpeluang terjadi pergerakan tanah. Namun kan harus jelas anggaran, mau relokasi ke mana. Itu akan dikoordinasikam dengan dinas terkait," kata dia.
Peristiwa yang membuat warga Desa Parakanhonje tak tenang adalah kejadian pergerakan tanah pada Ahad (25/9/2022) dan Senin (26/9/2022). Akibat kejadian itu, sebanyak 35 rumah mengalami kerusakan. Dua unit rumah di antaranya telah tak bisa lagi karena mengalami rusak berat.