Selasa 01 Nov 2022 14:23 WIB

Penyidik KPK Geledah Ruang Hakim Agung dan Sekretaris MA

Penggeledahan dilakukan dalam penyidikan kasus dugaan suap pengurusan perkara di MA.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Tersangka hakim Mahkamah Agung nonaktif Sudrajad Dimyati di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (12/10/2022).
Foto: ANTARA/Reno Esnir
Tersangka hakim Mahkamah Agung nonaktif Sudrajad Dimyati di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (12/10/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta Pusat, Selasa (1/11/2022). Penggeledahan juga menyasar ruangan hakim agung dan sekretaris MA.

"Benar, dalam rangka pengumpulan dan melengkapi alat bukti penyidikan," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri di Jakarta, Selasa.

Penggeledahan dilakukan dalam penyidikan kasus dugaan suap pengurusan perkara di MA. Saat ini, kata Ali, penggeledahan masih berlangsung. "Akan kami sampaikan perkembangannya setelah seluruh kegiatan selesai," katanya.

Dalam perkara itu, KPK total menetapkan 10 orang tersangka. Sebagai penerima, yakni hakim agung nonaktif Sudrajad Dimyati, panitera pengganti MA Elly Tri Pangestu (ETP), dua PNS di kepaniteraan MA Desy Yustria (DY) dan Muhajir Habibie (MH), serta dua PNS MA Nurmanto Akmal (NA) dan Albasri (AB).

Sementara, sebagai pemberi, yaitu Yosep Parera (YP) dan Eko Suparno (ES) masing-masing selaku pengacara serta dua pihak swasta/debitur KSP Intidana Heryanto Tanaka (HT) dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan bahwa mulanya ada laporan pidana dan gugatan perdata terkait dengan aktivitas dari KSP Intidana di PN Semarang yang diajukan HT dan IDKS, dengan diwakili melalui kuasa hukumnya, yakni YP dan ES. Saat proses persidangan di tingkat Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, HT dan ES belum puas dengan keputusan di dua pengadilan tersebut.

Sehingga, keduanya melanjutkan upaya hukum berikutnya pada tingkat kasasi pada MA. Pada 2022, dilakukan pengajuan kasasi oleh HT dan IDKS dengan masih mempercayakan YP dan ES sebagai kuasa hukumnya.

Dalam pengurusan kasasi tersebut, KPK menduga YP dan ES bertemu dan berkomunikasi dengan beberapa pegawai di kepaniteraan MA yang dinilai mampu menjadi penghubung hingga fasilitator dengan majelis hakim yang nantinya bisa mengkondisikan putusan sesuai dengan keinginan YP dan ES.

Adapun pegawai yang bersedia dan bersepakat dengan YP dan ES, yaitu DY dengan adanya pemberian sejumlah uang. Selanjutnya, DY turut mengajak MH dan ETP untuk ikut serta menjadi penghubung penyerahan uang ke majelis hakim.

KPK juga menduga DY dan kawan-kawan sebagai representasi dari Sudrajad dan beberapa pihak di MA untuk menerima uang dari pihak-pihak yang mengurus perkara di MA. Sementara terkait sumber dana yang diberikan YP dan ES pada majelis hakim berasal dari HT dan IDKS.

Jumlah uang yang kemudian diserahkan secara tunai oleh YP dan ES pada DY sejumlah sekitar 202 ribu dolar Singapura atau sekitar Rp 2,2 miliar. Kemudian oleh DY dibagi lagi dengan pembagian DY menerima sekitar sejumlah Rp 250 juta, MH menerima sekitar sejumlah Rp 850 juta, ETP menerima sekitar sejumlah Rp 100 juta, dan Sudrajad menerima sejumlah Rp 800 juta melalui ETP.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement