Ahad 25 Sep 2022 09:39 WIB

OTT Hakim Agung, Presiden Jokowi Diminta Evaluasi Aparat Hukumnya

Ketegasan Presiden Jokowi menjadi harapan terakhir.

Red: Joko Sadewo
Hakim Agung Mahkamah Agung (MA) Sudrajad Dimyati (kiri) berjalan dengan mengenakan rompi tahanan saat akan ditunjukkan dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, KPK, Jakarta, Jumat (23/9/2022). Sudrajad Dimyati ditahan KPK usai menjalani pemeriksaan dan ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengurusan perkara di Mahkamah Agung, yang sebelumnya KPK telah menahan tujuh dari sepuluh tersangka dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (21/9/2022) dengan barang bukti uang 205.000 Dollar Singapura dan Rp50 juta.
Foto: ANTARA/M Risyal Hidayat
Hakim Agung Mahkamah Agung (MA) Sudrajad Dimyati (kiri) berjalan dengan mengenakan rompi tahanan saat akan ditunjukkan dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, KPK, Jakarta, Jumat (23/9/2022). Sudrajad Dimyati ditahan KPK usai menjalani pemeriksaan dan ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengurusan perkara di Mahkamah Agung, yang sebelumnya KPK telah menahan tujuh dari sepuluh tersangka dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (21/9/2022) dengan barang bukti uang 205.000 Dollar Singapura dan Rp50 juta.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Hakim Agung 2011 -2018, Gayus Lumbuun berharap OTT terhadap Hakim Agung Sudradjat Dimyati, merupakan pertama dan terakhir. Presiden Jokowi diminta melakukan evaluasi terhadap aparat hukum.

“Ini menjadi blessing in disguise, walaupun kita merasakan prihatin, sedih dan kecewa tetapi hal ini merupakan jawaban yang selama ini hanya diramaikan tetapi sulit dibuktikan,” kata Gayus dalam pesan Whatsapp, Ahad (25/9/2022).

Menurut Gayus, ini momentum untuk segera dilakukan pembenahan konkret. Presiden Jokowi sebagai Kepala Negara harus segera bertindak terhadap peristiwa penangkapan terhadap Hakim Agung. Dijelaskannya, kasus ini bisa menjadikan isu tidak saja menggemparkan masyarakat di dalam negeri tetapi juga secara internadional. "MA sebagai benteng pencari keadilan terakhir nyaris runtuh,” ungkapnya.

Presiden Jokowi perlu turun tangan karena HA diangkat melalui Surat Keputusan Presiden. Diungkapkannya, sejak berada di MA, Gayus  sudah sering saya mengungkapkan perlunya segera dilakukan evaluasi  pimpinan-pimpinan pengadilan.

Tercatat ada Ketua dan wakil ketua Pengadilan Negeri di seluruh Indonesia ada sekitar 700 orang, Ketua dan wakil Ketua Pengadilan Tinggi 70 orang, dan Pimpinan MA terdiri 10 orang.

“Dievaluasi,yang baik di pertahanan, yang buruk diganti. Jumlah tersebut tidak banyak dan dapat segera dilaksanakan dalam waktu singkat,” ungkap Gayus. Evaluasi perlu dilakukan oleh Presiden untuk mengembalikan kepercayaan publik di dalam dan di luar negeri.

Dalam kenyataannya, lanjut Gayus, banyak hakim dan aparatur pengadilan, panitera yang tersangkut tindak pidana korupsi. Bahkan ada Ketua Pengadilan Tinggi,

MA pernah menerbitkan Maklumat no.1 tahun 2017 yang isinya tetulis dengan tegas sanksi berjenjang dari yang melakukan tindak pidana sampai dengan atasannya. Tetapi tidak pernah dilakukan.

“Harapan terakhir hanya kepada ketegasan Presiden yang bertanggung jawab terhadap S K Presiden tentang Pengangkatan Hakim Agung,” kata Gayus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement