Rabu 02 Nov 2022 07:52 WIB

Lebanon Naikkan Tarif Listrik Pertama Kalinya Sejak 90-an

Kenaikan harga listrik dibutuhkan untuk nyalakan lebih banyak pembangkit.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Indira Rezkisari
Presiden Lebanon Michel Aoun meninggalkan istana kepresidenan karena masa jabatannya berakhir pada Ahad (30/10/2022). Pemimpin berusia 89 tahun ini meninggalkan pemerintahan saat sedang berhadapan dengan krisis keuangan.
Foto: Dalati Nohra via AP
Presiden Lebanon Michel Aoun meninggalkan istana kepresidenan karena masa jabatannya berakhir pada Ahad (30/10/2022). Pemimpin berusia 89 tahun ini meninggalkan pemerintahan saat sedang berhadapan dengan krisis keuangan.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Perusahaan listrik negara Lebanon, Electricite du Liban (EDL) menaikkan harga listrik untuk pertama kalinya sejak 1990-an pada Selasa (1/11/2022). Seorang juru bicara EDL mengatakan, langkah ini akan membuka jalan bagi peningkatan pasokan listrik.

Lebanon tidak mampu membayar transfer tunai ke EDL untuk menutupi kerugian yang telah menyumbang utang publik senilai miliaran dolar. Reformasi sektor listrik merupakan tuntutan utama negara-negara donor yang telah berjanji akan membantu Lebanon keluar dari krisis keuangan.

Baca Juga

Pejabat pemerintah mengatakan, kenaikan harga listrik akan memungkinkan negara membeli lebih banyak bahan bakar untuk menyalakan pembangkit listrik, sehingga meningkatkan pasokan dari satu atau dua jam per hari menjadi 10 jam per hari. Para analis mengatakan, tata kelola yang lemah, korupsi, dan salah urus negara adalah akar masalah yang sebagian besar masih belum teratasi.

"Listrik sekarang akan dihargai 10 sen dolar AS per kilowatt-jam (kWh) untuk 100 kWh pertama yang dikonsumsi, dan 27 sen per kWh untuk konsumsi di atas itu," kata juru bicara EDL, dikutip Reuters, Rabu (2/11/2022).