REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menyoroti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan menteri menjadi capres maupun cawapres tanpa perlu mundur dari jabatannya. Menurut Ujang, ada banyak menteri yang diuntungkan atas putusan tersebut.
Beberapa di antaranya adalah Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang berpotensi maju sebagai capres dalam Pilpres 2024. Lalu Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, serta Menteri BUMN Erick Thohir yang berpeluang maju sebagai cawapres.
"Ya mereka full senyum, mereka lah penikmat atau yang diuntungkan atas putusan MK tersebut," kata Ujang kepada Republika.co.id, Rabu (2/11/2022).
Menurut Ujang, putusan MK ini jelas merugikan rakyat dan merusak tatanan demokrasi. Putusan ini memihak kepada kekuasaan, yakni para menteri dan partai politik. “Semestinya menteri mundur lah ketika nyapres. Jangan gunakan fasilitas negara untuk kepentingan kampanye,” ujarnya.
Ujang menjelaskan, ketika seorang menteri maju sebagai capres atau cawapres, dia pasti akan menggunakan fasilitas negara untuk kampanye maupun untuk kepentingan politik elektoral lainnya. Fasilitas itu misalnya berupa kendaraan, rumah dinas, dan keuangan.
Selain itu, menteri juga sangat mungkin memobilisasi PNS di kementeriannya agar memberikan dukungan dan ikut berkampanye. "Termasuk memobilisasi pegawai birokrasi di daerah-daerah karena kementerian itu kan ada kantor-kantor dinasnya di daerah," ujarnya.
Sebelumnya, MK memutuskan bahwa menteri tidak perlu lagi mengundurkan diri saat maju sebagai calon presiden (capres) ataupun calon wakil presiden (cawapres). Menteri yang hendak ikut kontestasi pilpres hanya perlu mendapatkan persetujuan dan izin cuti dari presiden.
Putusan yang dibacakan pada Senin (31/10/2022) itu merupakan jawaban atas permohonan Partai Garuda yang menguji konstitusionalitas Pasal 170 ayat 1 UU Pemilu. Pasal itu mengharuskan menteri mundur dari jabatannya ketika menjadi capres atau cawapres. Adapun Partai Garuda meminta MK memutuskan bahwa ketentuan tersebut inkonstitusional.
Hakim konstitusi Arief Hidayat mengatakan, gugatan Partai Garuda ini dikabulkan sebagian karena menteri juga memiliki hak konstitusional sebagai warga negara untuk dipilih dan memilih. "Terlepas pejabat negara menduduki jabatan dikarenakan sifat jabatannya atas dasar pemilihan ataupun atas dasar pengangkatan, seharusnya hak konstitusionalnya dalam mendapatkan kesempatan untuk dipilih maupun memilih tidak boleh dikurangi," ujar Arif membacakan pertimbangan hukum hakim konstitusi.