REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Presiden Joko Widodo menegaskan gelar kepahlawanan Bung Karno yang bersih dari keterlibatannya dalam peristiwa G30S. Pernyataan tersebut disampaikan dalam keterangan pers Hari Pahlawan, (7/11/2022) di Istana Negara.
Sebelumnya, Bung Karno kerap dituduh berkomplot dalam peristiwa G30S. Sehingga lahirlah Tap MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintahan Negara dari Presiden Sukarno.
Namun, fakta sejarah berkata lain. Pada 2003, lahir Tap MPR No. I/MPR/2003 yang menyatakan Tap MPRS sebelumnya tidak berlaku lagi karena bersifat final maupun telah dilaksanakan. Hingga akhirnya, tahun 1986 dan 2012, Pemerintah telah menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional Proklamator kepada Bung Karno. “Artinya, Ir. Sukarno telah dinyatakan memenuhi syarat setia dan tidak mengkhianati bangsa dan negara yang merupakan syarat penganugerahan gelar kepahlawanan”, tegas Jokowi.
Presiden RI ke-7 itu juga menekankan, penganugerahan gelar kepahlawanan merupakan upaya Bangsa Indonesia untuk menghormati dan menghargai jasa-jasa para Pahlawan terdahulu.
“Hal ini merupakan bukti pengakuan dan penghormatan negara atas kesetiaan dan jasa-jasa Bung Karno terhadap bangsa dan negara, baik sebagai pejuang dan Proklamator Kemerdekaan maupun Kepala Negara di saat Bangsa Indonesia sedang berjuang membangun persatuan dan kedaulatan negara”, tegas Jokowi.
Menanggapi pernyataan Presiden Jokowi, Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP, Dr. Antonius Benny Susetyo, Pr. mengatakan, sejarah telah diluruskan kembali bahwa Bung Karno terbukti tidak pernah mengkhianati Bangsa Indonesia.
“Pengakuan Pak Jokowi sebagai Presiden Republik Indonesia memberikan sebuah kelegaan. Kita harus mengakui Sukarno-Hatta itu Bapak Bangsa dan Sukarno berperan dalam memerdekakan kita”, ungkap Benny.
Sejarah telah mencatat, Bung Karno telah mengabdikan dirinya secara penuh untuk bangsa dan negara. Dipenjara karena melawan kolonialisme, dibuang, hingga menggali mutiara Pancasila dalam pengasingannya hingga menjadi ideologi, pemersatu Bangsa Indonesia sampai saat ini.
Doktor Komunikasi Politik ini juga menjelaskan, upaya menjatuhkan Sukarno dan melupakannya karena adanya proses geopolitik ketegangan Timur dan Barat.
“Sukarno menjadi tumbal dari sebuah persoalan besar karena negara-negara bekas penjajah tidak rela Indonesia mandiri di bidang politik, ekonomi, dan budaya. Maka ada rekayasa kudeta terjadi”, ungkap Benny.
Jasa Sukarno bukan hanya untuk Bangsa dan Negara Indonesia, melainkan negara-negara dunia ketiga dalam meraih kemerdekaan melalui Konferensi Asia Afrika, 18-24 April 1955 di Bandung.
“Sukarno tetap dikenang sebagai pemimpin besar revolusi dan pemimpin besar bangsa-bangsa. Lewat Sukarno, ratusan negara menjadi merdeka. Berkat jasa Sukarno menciptakan Asia-Afrika yang bersatu untuk mengimbangi dominasi Barat dan Timur”, terang Benny.
Benny menilai, Bung Karno bukan sekadar seorang Pahlawan, tetapi tokoh Bapak Bangsa yang harus diakui dan teladani. Pikiran-pikiran Sukarno harus menjadi pikiran-pikiran Bangsa Indonesia saat ini untuk menjadi bangsa yang besar yang mampu berperan secara global.
“Sesuai dengan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan, bangsa ini berperan penting dalam menciptakan peradaban dunia dan menciptakan tatanan dunia baru. Maka kita warisi api semangat Bung Karno, bukan abunya”, tutur Benny.
Di ujung keterangannya, Benny menuturkan, peran Sukarno tidak dapat dilupakan dalam sejarah pergerakan dan perjuangan Bangsa Indonesia. Ia memberikan penghargaan kepada Presiden Joko Widodo karena telah menegaskan sejarah peranan Bung Karno dalam perjuangan bangsa. “Sejarah tergores dalam nurani setiap manusia yang sadar bahwa sejarah milik semua orang yang mencari kebenaran”, tutur Benny.