Senin 28 Oct 2024 20:36 WIB

Alasan Mengapa Pemerintah Layak Tetapkan Rondahaim Jadi Pahlawan Nasional

Penetapan Rondahaim Saragih sebagai pahlawan nasional dinilai layak

Diskusi PARA Syndicate bersama Nation and Character Building Indonesia (NCBI).
Foto: Dok Istimewa
Diskusi PARA Syndicate bersama Nation and Character Building Indonesia (NCBI).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Fakta sejarah perjuangan Tuan Rondahaim Saragih yang tidak tunduk dan tidak takluk dalam mengusir penjajahan dari tanah Simalungun, agaknya masih membutuhkan jalan panjang menembus lobi-lobi politik dalam pengusulan pahlawan nasional, peluangnya sangat bergantung pada keadaan dan tekanan (politik) yang melingkupinya proses itu.

Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Pertahanan (UNHAN) Herlina JR Saragih, menegaskan bahwa pengusulan gelar pahlawan nasional untuk Rondahaim Saragih bukan hanya sekadar bentuk penghargaan bagi masyarakat Simalungun, melainkan bagian dari upaya literasi sejarah bagi seluruh bangsa Indonesia.

Baca Juga

Rondahaim, lanjutnya, memperjuangkan kebebasan wilayah Simalungun dari penjajahan Belanda, yang pada akhirnya berkontribusi terhadap kemerdekaan Indonesia.

"Rondahaim adalah ahli strategi perang gerilya yang dijuluki Napoleon-nya Orang Batak. Pengakuan ini bukan datang dari komunitas lokal saja, melainkan juga dari forum internasional. Ini makin menguatkan bahwa Rondahaim layak diusulkan sebagai pahlawan nasional," ujar Herlina dalam diskusi dan bedah buku berjudul "Rondahaim: Sebuah Kisah Kepahlawanan Menentang Penjajahan di Simalungun".

Diskusi yang mengangkat tema "Tuan Rondahaim Saragih, Pahlawan Nasional dari Simalungun", dan berlangsung pada Rabu, 23 Oktober 2024, di Kantor PARA Syndicate, Jakarta Selatan ini digelar PARA Syndicate bersama Nation and Character Building Indonesia (NCBI).

Dosen Sekolah Tinggi Filsafat Theologi (STFT) Pdt Martin Lukito Sinaga, menjelaskan Rondahaim mengalami perkembangan dalam hal patriotisme, dari yang awalnya hanya berfokus pada kecintaan terhadap Simalungun, menjadi cinta kepada Indonesia.

“Ini bukan hanya soal mempertahankan Simalungun, melainkan melibatkan kolaborasi militer yang meluas dari Aceh hingga Semenanjung Malaya. Rondahaim juga menyadari bahwa kolonialisme tidak hanya menyoal kekuatan militer, tetapi juga penguasaan ekonomi," ungkapnya.

Seiring berjalannya waktu, Rondahaim memahami bahwa perjuangan melawan kolonialisme juga harus mencakup perebutan kembali sumber daya alam dari tangan penjajah. "Dia melihat bahwa perjuangan untuk sumber daya alam adalah kunci menuju kemerdekaan rakyatnya," tambah Martin.

BACA JUGA: Ini Dia Kesamaan Antara ISIS dan IDF Israel di Timur Tengah Menurut Pakar

Sejarawan Senior Asvi Warman AdamAsvi menekankan bahwa sejak era Reformasi, pengusulan gelar pahlawan nasional harus memenuhi kriteria umum dan khusus. Namun, dia juga mencatat bahwa meskipun syarat-syarat tersebut terpenuhi, tidak semua usulan selalu diterima.

"Ada faktor lain seperti situasi politik dan waktu pengusulan. Misalnya, pengangkatan pahlawan nasional cenderung lebih banyak dilakukan menjelang pemilihan umum. Selain itu, ada faktor lobi politik yang juga memengaruhi proses ini," ujar Asvi.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement