REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin meminta kepada seluruh perguruan tinggi untuk memproduksi lebih banyak dokter spesialis karena belum meratanya jumlah dokter di seluruh Indonesia. Budi mengatakan, dokter spesialis yang dimiliki oleh Indonesia saat ini masih sangat minim.
“Saat ini kita kekurangan banyak dokter spesialis, karenanya saya membutuhkan bantuan dari universitas untuk memperbanyak dan mengakselerasi produksi dokter spesialis,” kata Budi ketika berbicara pada Sidang Terbuka Dies Natalia ke-68 Universitas Airlangga di Surabaya dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (10/11/2022).
Salah satu dokter spesialis yang masih kurang di Indonesia adalah spesialis layanan kesehatan jantung. Budi mengatakan sampai dengan saat ini, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah (SpJP) hanya berjumlah 1.485 orang dan angka itu masih jauh dari kebutuhan.
Menurut Budi, idealnya satu dokter jantung dapat melayani sampai dengan 100.000 orang. Namun, saat ini satu dokter jantung harus melayani sebanyak 250.000 orang.
Kondisi ini berdampak pada pelayanan pasien jantung di fasilitas pelayanan kesehatan di mana banyak pasien yang meninggal. Dengan demikian, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terus berupaya untuk menambah lulusan dokter spesialis, di antaranya dengan menambah jumlah prodi di fakultas kedokteran, membuka fellowship dan mendorong pendidikan dokter berbasis rumah sakit (hospital base) dan universitas (university base).
Budi berharap dengan produksi tenaga kesehatan yang semakin meningkat, pelayanan kesehatan terutama bagi penyakit tidak menular akan semakin berkualitas dan dapat diberikan secara merata di seluruh Indonesia. “Kami tidak bisa bekerja sendiri, sekali lagi saya membutuhkan bantuan dari perguruan tinggi untuk memproduksi lebih banyak lagi dokter spesialis guna menyelamatkan lebih banyak nyawa manusia,” katanya.
Rektor Universitas Airlangga Prof Dr Mohammad Nasih menyatakan akan mendukung pemerintah untuk mengatasi masalah kesehatan khususnya terkait dengan pemenuhan dokter spesialis. “Kami siap mendukung berbagai kebijakan termasuk pengembangan spesialis-spesialis yang belum ada di Universitas Airlangga, dan tentu juga menambah daya tampung dari spesialis-spesialis yang sudah ada, yang datanya memang sangat luar biasa kurangnya,” kata Nasih.