Jumat 11 Nov 2022 17:17 WIB

Kelahiran Bayi Stunting Berdampak 20 Tahun Kemudian

Angka stunting saat ini ada di kisaran 24 persen.

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo  mengatakan perlu pembenahan kualitas penduduk sejak saat ini dengan menurunkan angka stunting.
Foto: istimewa
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo mengatakan perlu pembenahan kualitas penduduk sejak saat ini dengan menurunkan angka stunting.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan adanya kelahiran bayi stunting baru pada tahun 2022 akan memberikan dampak yang cukup besar terhadap kemajuan bangsa Indonesia. Dampaknya setidaknya akan terasa 20 tahun kemudian.

"Sekarang angka stuntingnya 24,4 persen, itu baru stunting di masa sekarang ini, para balita yang nanti akan berkiprah dan berdampak di 20 tahun lagi terutama di tahun 2045 (saat Indonesia Emas) begitu," kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, usai Gebyar Bangga G20 di Jakarta, Jumat (11/11/2022).

Baca Juga

Hasto mengingatkan apabila Indonesia berkeinginan kuat untuk menjadi empat besar negara dengan perekonomian terbaik di dunia, maka Indonesia harus mencapai target Indonesia Emas 2045 terlebih dahulu. Hal itu hanya dapat terwujud bila setiap sumber daya manusianya berkualitas dan produktif hingga di masa depan nanti. Sayangnya, Indonesia saat ini dihadapkan dengan masalah stunting pada anak yang mengancam kualitas penduduk melalui kondisi kesehatannya.

"Jujur saja, sekarang ini anak-anak dengan usia produktif katakanlah yang 25 tahun, itu di dalam per grup mereka itu angka stuntingnya di atas 30 persen. Karena kelompok mereka yang usia 25-30 itu merupakan hasil kelahiran dari 25 tahun yang lalu," katanya.

Apabila lahirnya bayi stunting baru tidak dicegah dari sekarang, maka pada tahun 2045 mendatang di saat bonus demografi menutup, sekitar 100 orang usia produktif akan menanggung beban 50 orang penduduk yang tidak produktif. Keadaan akan semakin diperparah, jika pada saat memasuki masa penuaan penduduk di tahun 2045, penambahan stunting diikuti dengan meningkatnya taraf hidup lansia yang memiliki karakter berpendidikan rata-rata di bawah 8,3 tahun dan ekonominya menengah ke bawah.

Dengan demikian, pemerintah harus benar-benar memetakan betul setiap strategi untuk mencegah kelahiran stunting baru. Salah satunya adalah dengan memberikan pendampingan, peningkatan pengetahuan terkait pola asuh dan pemberian gizi yang baik hingga menggerakkan ekonomi rakyat mikro agar keluarga menjadi tangguh.

"Makanya tersentak kita, oleh karenanya G20 diharapkan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam rangka bonus demografi, kemudian juga memperbaiki re-material SDM yaitu warga, anak, stunting, bayi, ibu hamil," ujarnya.

Direktur Informasi dan Komunikasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kominfo Wiryanta, turut menekankan jika Presiden RI Joko Widodo telah memperingati seluruh pihak untuk bergotong royong menurunkan prevalensi angka stunting menjadi 14 persen di tahun 2024. Presiden bahkan mengerahkan kementerian/lembaga terkait untuk memberikan sejumlah program perlindungan dan bantuan sosial supaya pengentasan stunting dapat maksimal dalam waktu yang relatif singkat.

Dengan membenahi kualitas penduduk sejak saat ini, diharapkan pada tahun 2023 atau di masa mendatang, Indonesia tidak harus merasakan resesi atau merasakan dampak besar dari terjadinya suatu masalah global karena setiap sumber daya manusianya, telah dipersiapkan sebaik mungkin baik dalam kualitas, daya saing maupun kemandirian dan kesejahteraannya.

"Jadi tidak betul-betul gelap tapi bisa diterangi dalam rangka kita ini luar biasa mampu mengendalikan resesi, mengendalikan bahan bakar dan perlindungan sosial bisa kita rasakan manfaatnya bagi rakyat terutama melindungi masyarakat dalam tanda petik tujuannya itu," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement